Mengenal Trappist-1e: Planet yang Mirip Bumi

Ilustrasi. Foto: Pool/NASA/Getty Images--
Radarlambar.bacarakoran.co- Planet Trappist-1e terus menarik perhatian ilmuwan sejak ditemukan pada tahun 2017 sebagai salah satu kandidat utama dalam pencarian kehidupan di luar Bumi. Planet ini terletak di sistem bintang Trappist-1, sekitar 40 tahun cahaya dari Bumi, dan termasuk dalam kategori planet terestrial berbatu dengan ukuran dan kepadatan yang sangat mirip dengan Bumi.
Trappist-1e mengorbit bintang katai merahnya dalam waktu sekitar 6,1 hari Bumi. Meskipun tampak sangat dekat dengan bintangnya, suhu permukaannya diperkirakan tetap memungkinkan adanya air dalam bentuk cair karena karakteristik bintang induknya yang jauh lebih kecil dan dingin dibandingkan Matahari. Hal ini menjadikan planet tersebut berada di zona layak huni, wilayah yang secara teori mendukung keberadaan kehidupan.
Namun, harapan bahwa Trappist-1e dapat menjadi tempat berlabuhnya kehidupan di luar Bumi tidak terlepas dari tantangan besar. Salah satu tantangan utama yang kini sedang disorot para ilmuwan adalah proses pengupasan atmosfer yang tengah dialami planet ini. Fenomena ini ditengarai terjadi akibat interaksi antara angin bintang dan arus listrik yang terbentuk karena orbit planet yang sangat dekat dengan bintangnya.
Pengupasan atmosfer adalah proses ketika partikel bermuatan dari bintang induk menghantam atmosfer planet dan perlahan-lahan mengikisnya. Jika proses ini berlangsung terus-menerus tanpa perlindungan dari medan magnet yang kuat atau atmosfer yang cukup tebal, planet tersebut dapat kehilangan perlindungan pentingnya dan menjadi tidak ramah bagi kehidupan.
Dari tujuh planet yang ditemukan dalam sistem Trappist-1, setidaknya tiga di antaranya berada di zona layak huni. Namun, dengan terjadinya pengupasan atmosfer pada Trappist-1e, muncul kekhawatiran bahwa nasib serupa juga bisa terjadi pada planet-planet tetangganya. Meskipun radiasi bintang katai merah Trappist-1 tidak sebesar radiasi dari Matahari, angin bintang dari Trappist-1 tampaknya cukup kuat untuk mengganggu kestabilan atmosfer planet-planet terdekatnya.
Sejumlah teleskop luar angkasa seperti Kepler dan TESS terus digunakan untuk meneliti exoplanet, termasuk Trappist-1e, melalui metode tak langsung seperti pengamatan spektrum atmosfer. Dari data tersebut, para ilmuwan berupaya mendeteksi keberadaan unsur kimia tertentu yang bisa menjadi petunjuk adanya kehidupan.
Trappist-1e menjadi contoh nyata bagaimana pencarian kehidupan di luar Bumi tidak hanya bergantung pada keberadaan air atau ukuran planet yang menyerupai Bumi, tetapi juga pada stabilitas lingkungan dan perlindungan atmosfer yang dimilikinya. Dengan kata lain, berada di zona layak huni bukanlah jaminan mutlak bahwa suatu planet bisa benar-benar dihuni.
Penelitian lebih lanjut terhadap Trappist-1e dan sistemnya akan menjadi kunci penting dalam memahami kondisi ideal untuk munculnya kehidupan, sekaligus memperluas wawasan manusia tentang tempat lain di jagat raya yang mungkin bisa menjadi 'rumah kedua'.(*)