Pemerintah Longgarkan Impor Garam, Target Swasembada Diundur ke 2027

Awalnya, garam masuk ke dalam empat komoditas target swasembada pangan di 2025 bersama dengan beras, jagung pakan ternak, serta gula-Foto Dok---
Radarlambar.bacakoran.co - Pemerintah pusat secara resmi membuka kembali keran impor garam industri yang sebelumnya ditutup sebagai bagian dari upaya swasembada empat komoditas strategis nasional, yakni beras, jagung pakan ternak, gula, dan garam. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan keterbatasan kapasitas dalam negeri dan desakan dari berbagai sektor industri yang terdampak.
Dalam Rapat Perubahan Neraca Komoditas 2025 yang digelar di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta Pusat, pada Jumat (16/5/2025), Zulkifli Hasan menyampaikan bahwa target swasembada garam diundur hingga akhir 2027. Penundaan ini disebabkan oleh belum tersedianya fasilitas pemrosesan atau pabrik pemurnian garam industri dalam negeri yang sesuai dengan kebutuhan sektor-sektor pengguna.
Selama ini, Indonesia masih kesulitan memproduksi garam industri dengan kadar natrium klorida (NaCl) tinggi yang dibutuhkan oleh sektor farmasi, makanan dan minuman, serta kimia dasar. Proses produksi garam rakyat dinilai belum mampu menghasilkan kualitas yang sesuai standar industri modern. Akibatnya, kebutuhan garam industri sebagian besar masih ditopang dari impor, terutama dari Australia dan India.
Menurut data Kementerian Perindustrian, kebutuhan garam nasional tahun 2024 mencapai sekitar 4,6 juta ton, dengan 82 persen di antaranya digunakan untuk industri. Dari jumlah itu, hanya sekitar 1,2 juta ton yang bisa dipenuhi dari produksi garam rakyat, itupun sebagian besar digunakan untuk konsumsi rumah tangga dan pengasinan ikan.
Kondisi tersebut menciptakan tekanan besar bagi sektor industri. Beberapa perusahaan makanan dan minuman bahkan sempat mengurangi kapasitas produksi karena kekurangan pasokan garam berkualitas tinggi. Industri farmasi juga melaporkan hambatan dalam proses produksi cairan infus dan produk turunan lainnya.
Melihat situasi ini, pemerintah akhirnya memutuskan untuk memberikan relaksasi impor garam industri hingga tahun 2027. Keputusan ini juga mempertimbangkan keluhan dari pelaku usaha yang merasa produktivitas mereka terancam akibat hambatan pasokan bahan baku.
Zulkifli Hasan menyatakan bahwa Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono, telah diberi tugas khusus untuk mempercepat pembangunan infrastruktur pemurnian garam industri. Pemerintah akan mendorong pembangunan pabrik garam industri di wilayah dengan potensi produksi tinggi, seperti Madura, NTT, dan Pati, Jawa Tengah. Skema kerja sama pemerintah dengan swasta (KPS) juga sedang dipertimbangkan guna menarik investasi di sektor ini.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), Tony Tamsil, menyambut baik langkah pemerintah membuka keran impor garam industri. Menurutnya, kepastian pasokan bahan baku sangat penting untuk menjaga stabilitas harga dan keberlangsungan produksi di sektor hilir.
Tony menambahkan bahwa selama ini pengusaha merasa cemas karena ketidakjelasan kebijakan impor garam industri. Menurutnya, kebutuhan akan garam dengan spesifikasi teknis tertentu tidak bisa dipenuhi hanya dari hasil panen garam rakyat, mengingat prosesnya yang masih tradisional dan kualitasnya yang beragam.
Namun demikian, ia menekankan pentingnya transparansi dalam mekanisme impor ke depan, termasuk pembagian kuota dan pengawasan distribusinya agar tidak merugikan petani garam lokal.
Di sisi lain, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) menilai kebijakan relaksasi impor harus dibarengi dengan rencana konkret untuk membenahi tata kelola garam nasional. Sekjen KIARA, Susan Herawati, menyoroti rendahnya harga jual garam rakyat serta belum optimalnya peran pemerintah dalam memperkuat sistem distribusi dan teknologi produksi di tingkat petani.
Ia mengingatkan bahwa jika kebijakan impor dibiarkan tanpa arah pembangunan jangka panjang, maka ketergantungan terhadap garam luar negeri akan terus terjadi dan merugikan petani kecil. Menurutnya, pemerintah perlu memastikan bahwa program industrialisasi garam benar-benar melibatkan petani lokal dan bukan hanya berorientasi pada pemodal besar.
Kebijakan relaksasi impor ini juga senada dengan keputusan pemerintah pada Februari 2025 lalu, saat membuka kembali pintu impor untuk komoditas gula. Kala itu, Presiden Prabowo Subianto meminta agar kebutuhan strategis nasional tetap terpenuhi, meski harus melalui kebijakan impor terbatas sambil menyiapkan skenario swasembada di masa mendatang.(*/edi)