Konflik India–Pakistan dan Momentum Kebangkitan Senjata China

Operasi Sindoor: India Gempur Wilayah Pakistan, Ketegangan Regional Meningkat. Foto/net--
Radarlabar.bacaoran.co -Ketegangan militer yang berlangsung selama empat hari antara India dan Pakistan pada Mei 2025 berakhir dengan gencatan senjata, namun meninggalkan dampak yang lebih luas daripada sekadar konflik regional. Awalnya dipicu oleh serangan teroris berdarah di Pahalgam, Kashmir, yang menewaskan puluhan wisatawan, India merespons dengan operasi udara yang mengerahkan jet tempur dan rudal ke wilayah Pakistan.
Yang menarik perhatian dunia bukan hanya pertempuran itu sendiri, melainkan peran signifikan senjata buatan China yang digunakan oleh Pakistan. Jet tempur J-10 dan JF-17, hasil kerjasama dengan Beijing, menjadi sorotan karena ini merupakan salah satu momen langka di mana senjata China diuji langsung dalam kondisi tempur nyata. Sebelumnya, China kurang memiliki catatan "pertempuran nyata" untuk membuktikan kemampuan militernya, sehingga konflik ini sekaligus menjadi ajang unjuk gigi bagi industri pertahanan Negeri Tirai Bambu.
Dari sudut geopolitik, situasi ini memperlihatkan bagaimana konflik lokal bisa menjadi panggung global bagi perebutan dominasi teknologi militer. China yang kini menjajal kekuatan senjatanya di medan tempur langsung berpotensi menggeser posisi Amerika Serikat, Rusia, dan Prancis sebagai eksportir utama alutsista. Sementara itu, India harus menghadapi tantangan yang lebih kompleks karena kini harus bersiap menghadapi ancaman dari dua arah sekaligus—Pakistan dan China.
Namun, narasi di media sosial, terutama di China, yang mengklaim bahwa jet J-10 berhasil menembak jatuh Rafale India masih belum terverifikasi secara independen, sehingga perlu hati-hati agar tidak terjebak dalam disinformasi. Belum ada data resmi mengenai kerugian kedua belah pihak, sehingga sulit menilai efektivitas senjata secara objektif. Selain itu, pengaruh negara besar lain seperti Amerika Serikat dan Rusia dalam menjaga keseimbangan kekuatan di Asia Selatan belum dibahas tuntas.
Bagi Indonesia dan negara berkembang lain, konflik ini mengingatkan bahwa uji coba senjata di medan tempur nyata sangat penting untuk mempertimbangkan pembelian alat utama sistem persenjataan. China bisa jadi alternatif yang lebih terjangkau, tapi kualitas dan pemeliharaan jangka panjang tetap menjadi faktor penentu.
Lebih dari itu, stabilitas di Asia Selatan berpengaruh besar terhadap perekonomian global dan diplomasi kawasan. Ketegangan yang berlarut bisa berdampak pada investasi hingga harga minyak dunia. Oleh sebab itu, perkembangan konflik India–Pakistan perlu terus dipantau oleh seluruh dunia, termasuk Indonesia.
Kesimpulannya, konflik ini bukan sekadar bentrokan militer biasa, melainkan cerminan perubahan besar dalam peta geopolitik dan pasar industri pertahanan global. Senjata China mendapat momentum untuk membuktikan diri, namun realitas di lapangan dan persepsi publik masih harus diurai secara hati-hati. Konflik ini menjadi pengingat bahwa dunia harus melek terhadap dinamika baru yang muncul di Asia Selatan, demi menjaga keamanan dan keseimbangan global. (*)