Bebalung, Energi dalam Semangkuk Kuah Tradisi

Bebalung, Sajian Kuah Penambah Tenaga yang merupakan kuliner warisan. -foto _ net.--

Radarlambar.Bacakoran.co - Salah satu hidangan khas yang menjadi kebanggaan masyarakat Sasak adalah Bebalung. Sajian berkuah dengan potongan tulang besar ini bukan hanya mengenyangkan, tetapi juga dipercaya mampu mengembalikan stamina tubuh.

Nama “Bebalung” seringkali menimbulkan kesan awal yang keliru. Padahal, dalam bahasa Sasak, istilah ini memiliki arti yang berbeda, yakni “tenaga” atau “kekuatan”.

Jadi, bukan sekadar menyajikan tulang berkuah, Bebalung dimaknai sebagai sumber energi yang dapat menyegarkan tubuh setelah disantap. Potongan tulang, biasanya bagian iga atau ekor, direbus hingga empuk dalam kuah bening yang hangat dan beraroma khas.

Daya tarik utamanya terletak pada sumsum di dalam tulang, yang menjadi favorit banyak orang. Terlebih jika disajikan saat masih panas, rasanya semakin nikmat dan menambah kelezatan keseluruhan hidangan. Awalnya, masyarakat Sasak menggunakan daging dan tulang kerbau sebagai bahan utama Bebalung.

Namun, karena populasi kerbau semakin berkurang dan sulit dipelihara, kini daging sapi lebih umum digunakan. Tak hanya itu, beberapa dekade terakhir muncul varian baru yang memanfaatkan daging kuda. Daging jenis ini memiliki tekstur yang lebih kenyal dan memberikan cita rasa yang berbeda, namun tetap menyatu dalam kekayaan rasa Bebalung.

Hidangan ini tak sekadar menjadi pilihan makan siang atau malam, melainkan bagian penting dalam berbagai upacara adat di Lombok. Bebalung kerap hadir dalam momen-momen sakral dan kebersamaan, seperti pernikahan, khitanan, kenduri, hingga upacara kematian.

Dalam konteks budaya, sajian ini menjadi simbol penghormatan dan kehangatan terhadap para tamu. Bahkan, potongan tulang terbesar kerap disajikan khusus untuk tamu istimewa sebagai bentuk penghargaan.

Meski tampak istimewa, bumbu Bebalung tergolong sederhana dan mudah ditemukan di dapur rumah tangga.

Rasa khasnya berasal dari perpaduan cabe rawit, bawang putih, bawang merah, lengkuas, jahe, kunyit, serta tambahan asam untuk memberi kesegaran dan ketahanan. Racikan bumbu ini dikenal dengan sebutan ragi rajang dalam budaya Sasak, dan menjadi komponen utama yang menyatu dalam kaldu tulang yang gurih.

Cara memasaknya pun cukup praktis. Tulang yang telah dibersihkan dipotong sesuai selera, lalu direbus hingga daging melunak dan kaldunya keluar. Di sisi lain, bumbu ragi rajang ditumis hingga harum, kemudian dimasukkan ke dalam rebusan tulang. Proses pemasakan dilakukan dengan perlahan agar bumbu meresap sempurna, menciptakan rasa khas yang kaya namun tidak berlebihan.

Yang menarik, setiap daerah di Lombok memiliki gaya tersendiri dalam menyajikan Bebalung. Misalnya, di wilayah timur, Bebalung sering diberi tambahan kunyit untuk memperkuat aroma dan warna kuah.

Perbedaan ini menunjukkan fleksibilitas Bebalung sebagai warisan kuliner yang mampu beradaptasi tanpa kehilangan jati dirinya. Kini, Bebalung bisa dinikmati dengan mudah di berbagai rumah makan tradisional di Lombok. Sajian ini tidak hanya disukai oleh masyarakat lokal, tetapi juga menjadi incaran para wisatawan yang ingin merasakan sensasi kuliner autentik.

Semangkuk Bebalung hangat sangat cocok disantap setelah seharian menjelajahi keindahan pulau ini seolah menjadi pengisi tenaga yang sempurna sebelum melanjutkan petualangan berikutnya. Ia menyatukan rasa, tradisi, dan nilai kebersamaan dalam satu hidangan. Warisan ini telah bertahan lintas generasi dan terus hidup dalam setiap sendok kuah yang disajikan.

Bagi siapa pun yang berkunjung ke Lombok, mencicipi Bebalung bukan hanya soal merasakan rasa, tetapi juga memahami sepotong kisah yang tertuang dalam budaya kuliner lokal. Bebalung adalah pengalaman, energi, dan kehangatan yang dituangkan dalam semangkuk tradisi.(yayan/*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan