Jadeite: Batu Langka yang Menyaingi Emas dan Menggoda Pasar Global

Foto: Batu Jadiete. Dok. Pixabay--

Radarlambar.bacakoran.co – Di tengah fluktuasi harga logam mulia dan ketidakpastian ekonomi global, jadeite muncul sebagai batu permata yang melampaui emas, bahkan platinum, dalam hal nilai dan daya tarik.

Batu giok jenis paling murni ini kini menjadi incaran kolektor dan investor kelas dunia, dengan harga fantastis yang bisa mencapai 3 juta dolar AS per karat. Nilai ini membuat sebongkah jadeite seberat 0,2 gram setara dengan lebih dari 926 gram emas.

Lebih dari sekadar batu, jadeite adalah simbol dari proses geologi ekstrem. Ia terbentuk di zona subduksi bumi, di mana tekanan tinggi dan suhu rendah menciptakan struktur mineral yang sangat kuat dengan tingkat kekerasan 6,5 hingga 7 pada skala Mohs. Warna hijau imperial yang menjadi ciri khasnya memantulkan kilau alam yang tak bisa direkayasa, menjadikannya lebih hidup dari zamrud dan lebih mendalam dari giok biasa.

Sekitar 70 persen pasokan jadeite dunia berasal dari Myanmar, terutama dari tambang di wilayah Kachin. Batu-batu yang ditambang di sepanjang Sungai Uru dikenal memiliki kualitas terbaik dengan transparansi tinggi dan warna pekat yang sangat dihargai di pasar internasional. Namun, kekayaan alam ini menyimpan tantangan tersendiri karena wilayah tersebut kerap dilanda konflik politik dan regulasi yang semakin ketat terkait lingkungan.

Sementara itu, Guatemala menjadi alternatif penting di tengah kelangkaan pasokan dari Myanmar. Meski kualitasnya umumnya di bawah jadeite Myanmar, batu dari Guatemala memiliki spektrum warna yang beragam, dari hijau kebiruan hingga ungu. Harganya yang lebih terjangkau membuatnya menarik bagi pasar menengah dan menjadi opsi utama bagi pembeli yang tak mampu menjangkau jadeite Myanmar

Di sisi lain, Jepang, Rusia, Kazakhstan, dan Amerika Serikat juga memiliki deposit jadeite, meskipun batu dari wilayah-wilayah ini lebih banyak dimanfaatkan untuk kerajinan dan seni ukir daripada perhiasan kelas atas. Terutama jadeite Jepang yang berasal dari Prefektur Niigata, lebih cocok untuk karya budaya daripada investasi permata.

Popularitas jadeite tidak hanya didorong oleh keindahannya, tetapi juga oleh nilai sejarah dan spiritual yang dikandungnya. Di Tiongkok, jadeite diyakini membawa keberuntungan dan energi positif, sehingga permintaannya tetap tinggi meski kondisi ekonomi sedang lesu. Nilai simbolik ini tercermin dalam perhiasan legendaris seperti kalung Hutton-Mdivani dari Dinasti Qing yang terjual senilai 27,4 juta dolar AS di lelang Sotheby’s tahun 2014.

Namun di balik pesonanya, pasar jadeite juga menghadapi risiko besar berupa pemalsuan dan manipulasi harga. Verifikasi dan sertifikasi menjadi langkah penting dalam setiap transaksi, mengingat harga jadeite per gram kini dapat melebihi harga satu unit rumah di Jakarta Selatan.

Jadeite mungkin tidak memancarkan cahaya sekuat berlian, tetapi ketika berbicara soal nilai, kelangkaan, dan keindahan yang dibentuk selama miliaran tahun, tak ada batu yang bisa menandinginya.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan