Lukisan Gua Karoo Buka Tabir Makhluk Pra-Dinosaurus: Ketika Kuas San Menyentuh Tulang Purba

Lukisan Gua Karoo Buka Tabir Makhluk Pra-Dinosaurus Ketika Kuas San Menyentuh Tulang Purba. Foto/net--

Radarlambar.bacakoran.co -Karoo, hamparan semi-kering seluas lebih dari 390.000 kilometer persegi di Afrika Selatan, selama ini dikenal sebagai surga fosil. Di balik lanskapnya yang keras dan senyap, terbentang kisah kehidupan purba yang nyaris terlupakan—jauh sebelum era dinosaurus menguasai Bumi.

Namun baru-baru ini, sebuah temuan dari dinding gua mengguncang dunia arkeologi dan paleontologi. Di salah satu panel lukisan kuno masyarakat San, tampak sosok mengular dengan gading mencuat ke bawah dan paruh khas—ciri yang sangat menyerupai dicynodont, makhluk mirip babi dengan tampilan reptilian yang punah lebih dari 250 juta tahun lalu.

Seni yang Menyimpan Ingatan Geologi
Jauh sebelum sains mengenal istilah paleontologi, masyarakat San—juga dikenal sebagai /Xam—sudah lama menjelajahi Karoo. Mereka hidup berpindah-pindah, berkemah di dekat mata air, dan meninggalkan jejak pemikiran lewat lukisan di batu pasir: dari kehidupan sehari-hari, ritual spiritual, hingga makhluk mitologis seperti ular bertanduk pemanggil hujan.

Salah satu panel yang mencuri perhatian adalah lukisan Horned Serpent, yang diperkirakan berasal dari awal abad ke-19. Sosok dalam lukisan ini lebih dari sekadar interpretasi spiritual: tubuh ramping menyerupai buaya, ditambah dua gading melengkung ke bawah, menjadi teka-teki yang membetot rasa ingin tahu ilmuwan masa kini.

Fosil dan Imajinasi yang Berjumpa
Banyak yang awalnya mengira sosok dalam lukisan itu hanyalah simbol mitos. Namun, ketika dibandingkan dengan fosil-fosil dicynodont yang ditemukan di Karoo, kesamaan proporsi dan bentuk kepala sungguh mencolok. Para peneliti percaya, pelukis gua San mungkin terinspirasi dari tengkorak purba yang menonjol dari tanah—dilihat, diimajinasikan, lalu diabadikan dalam bentuk ular mitologis.

Fakta menariknya: lukisan ini diperkirakan dibuat sekitar tahun 1835, setidaknya satu dekade sebelum ilmuwan Inggris, Richard Owen, memberi nama resmi pada spesies dicynodont.

Lebih dari Sekadar Fosil: Warisan Budaya
Penemuan ini tidak berdiri sendiri. Penelitian arkeologis di sekitar tempat perlindungan gua menunjukkan bahwa masyarakat San sering mengumpulkan tulang purba. Fragmen fosil ditemukan bersama alat-alat batu—menunjukkan bahwa tulang-tulang itu mungkin memiliki nilai ritual atau simbolik.

Cerita rakyat mereka juga menyimpan jejak memori masa lalu geologis. Beberapa kisah yang tercatat sejak abad ke-19 menyebut makhluk raksasa yang hidup "sebelum tanah merekah", seolah merujuk pada era ketika Karoo masih berupa dataran lembap penuh kehidupan purba.

Teknologi dan Tradisi Bertemu di Dinding Batu
Menggunakan teknik pencitraan cahaya beragam dan pelacakan digital, tim ilmuwan berhasil mencocokkan detail lukisan dengan spesimen fosil di museum. Hasilnya sangat jelas: bentuknya terlalu presisi untuk dianggap kebetulan.

Temuan ini menempatkan lukisan San setara dengan karya prasejarah dari Tiongkok, Australia, hingga Amerika Utara—semuanya menunjukkan kemungkinan bahwa manusia masa lalu tidak hanya menggambar hewan yang mereka lihat hidup, tetapi juga hewan yang telah lama punah.

Makna Besar dari Sebuah Gua
Lebih dari sekadar penemuan artistik, ini adalah pengingat bahwa pengetahuan tidak hanya lahir di laboratorium. Ia tumbuh di antara batu, cerita rakyat, dan mata tajam yang memandangi fosil tanpa nama. Kini, dunia akademik mulai melirik kembali warisan visual masyarakat San sebagai bagian dari narasi besar paleontologi.

Bayangkan sebuah perjalanan belajar: siswa berdiri di dalam gua Karoo, melihat langsung lukisan Horned Serpent di atas tengkorak dicynodont yang separuh menyembul dari tanah, lalu memindainya dengan teknologi CT-scan. Dari sana, mereka menyusuri garis waktu—dari cat oker abad ke-19 hingga laboratorium abad ke-21—dan menyadari bahwa rasa ingin tahu manusia terhadap masa lalu adalah benang merah yang tak putus sejak zaman purba.

Di Karoo, seni, tulang, dan sains berbaur menjadi satu. Di sinilah, keheningan batu bisa mengisahkan dunia yang telah lama hilang, dan lukisan sederhana mampu menggetarkan dunia ilmiah modern. (*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan