Lebih dari 100 Ribu Warga Mengungsi, Konflik Thailand-Kamboja Makin Memburuk

Foto. Thailand-Kamboja. Sumber: REUTERS--

Radarlambar.bacakoran.co- Konflik bersenjata antara Thailand dan Kamboja yang pecah di perbatasan sejak Kamis, kini memasuki fase paling berdarah dalam satu dekade terakhir. Pemerintah Thailand melaporkan lebih dari 100.000 warga dari empat provinsi perbatasan terpaksa meninggalkan rumah mereka dan mengungsi ke hampir 300 titik penampungan darurat.

Bentrokan yang melibatkan jet tempur F-16, artileri berat, tank, dan pasukan infanteri, terjadi di enam titik strategis, termasuk wilayah sekitar dua kompleks kuil kuno di sepanjang perbatasan sepanjang 800 kilometer. Serangan awal diduga dipicu oleh tembakan roket dari pasukan Kamboja ke arah wilayah Thailand, yang kemudian dibalas dengan serangan udara terhadap sasaran militer di wilayah Kamboja.

Kementerian Kesehatan Thailand mengonfirmasi bahwa sejauh ini setidaknya 14 orang meninggal dunia, terdiri dari 13 warga sipil dan satu anggota militer. Ribuan orang lainnya dilaporkan mengalami luka-luka dan masih menjalani perawatan di rumah sakit lapangan.

Situasi di lapangan semakin mencekam. Banyak warga sipil dari wilayah dekat perbatasan, baik di Thailand maupun Kamboja, mencari perlindungan di tempat ibadah dan bangunan umum lainnya. Sebagian besar dari mereka masih belum dapat kembali ke rumah akibat kekhawatiran akan serangan lanjutan.

Ketegangan antara kedua negara sebenarnya telah berlangsung sejak lama, meskipun sebagian besar telah diredam sejak keluarnya putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada 2013 mengenai sengketa wilayah perbatasan. Namun, insiden pada Mei lalu yang menyebabkan kematian seorang tentara Kamboja kembali memicu konflik yang kini meluas.

Situasi politik pun turut memanas. Pemerintah Thailand secara resmi mengusir duta besar Kamboja dan menarik utusannya dari Phnom Penh. Sebagai tanggapan, Kamboja menurunkan hubungan diplomatik dengan Thailand ke tingkat terendah, hanya mempertahankan satu diplomat di Bangkok.

Kondisi ini membuat Perdana Menteri Kamboja, Hun Manet, meminta intervensi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sidang darurat dijadwalkan berlangsung Jumat malam waktu New York untuk mencari solusi diplomatik demi mencegah eskalasi lebih lanjut.

Berbagai negara dan organisasi internasional telah menyuarakan keprihatinan. Amerika Serikat, Uni Eropa, Prancis, dan China menyerukan penghentian segera konflik dan mendesak kedua negara untuk kembali menempuh jalur diplomasi. Pernyataan resmi yang dikeluarkan menyebut bahwa ketegangan ini harus diredam dengan kepala dingin dan semangat penyelesaian damai.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan