Netanyahu Putuskan Pendudukan Penuh Gaza, Dikecam Militer dan Didesak Berhenti oleh 600 Mantan Pejabat

Benyamin Netanyahu . Foto/net--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dikabarkan telah mengambil langkah radikal dengan memutuskan untuk melakukan pendudukan penuh atas Jalur Gaza. Keputusan tersebut menandai eskalasi besar dalam strategi militer Israel, yang kini mencakup seluruh wilayah Gaza, termasuk area yang diduga menjadi lokasi penahanan sandera oleh Hamas.
Rencana ini memicu gelombang kritik, termasuk dari internal pemerintahan dan militer Israel. Kepala Staf Angkatan Darat, Eyal Zamir, disebutkan menyuarakan ketidaksetujuannya dalam pertemuan tertutup, menilai tidak adanya strategi yang koheren dan risiko yang bisa membahayakan para sandera. Zamir mengkhawatirkan bahwa perluasan operasi militer tanpa tujuan yang jelas hanya akan memperpanjang konflik tanpa hasil yang pasti.
Kabinet perang Netanyahu sendiri dilaporkan telah bersiap menyetujui ekspansi militer yang lebih luas dengan target utama menghancurkan Hamas, membebaskan sandera, dan mencegah ancaman masa depan dari wilayah Gaza. Namun, operasi militer kali ini bahkan menyasar area-area padat penduduk dan kamp pengungsi, yang dikhawatirkan dapat memperparah krisis kemanusiaan.
Ketegangan semakin tinggi setelah lebih dari 600 pejabat dan mantan pejabat tinggi Israel, termasuk eks kepala Mossad dan Shin Bet, mengirim surat kepada Presiden AS Donald Trump untuk mendesaknya menekan Netanyahu agar mengakhiri perang di Gaza. Para penandatangan surat itu menilai bahwa tujuan militer yang bisa dicapai telah terpenuhi, dan sisanya hanya dapat diselesaikan lewat jalur diplomatik.
Tekanan terhadap Netanyahu juga datang dari dalam negeri, khususnya dari keluarga para sandera yang menuntut pemerintah fokus pada pembebasan tawanan. Mereka menilai bahwa serangan militer justru memperkecil peluang keselamatan para sandera, terlebih setelah muncul rekaman kondisi mereka yang semakin memburuk.
Sementara itu, komunitas internasional terus menyuarakan kekhawatiran atas dampak operasi militer Israel yang telah meluluhlantakkan Gaza. Lebih dari dua juta warga Palestina kini hidup dalam ancaman kelaparan dan minim akses kesehatan. Kritik keras juga datang dari lembaga-lembaga internasional yang menyebut pendekatan ini berisiko memperdalam penderitaan rakyat sipil.
Dalam diskusi internal pemerintahan Israel, perbedaan pandangan mengenai pengelolaan konflik dan masa depan Gaza semakin mencuat. Ketegangan antara kepemimpinan politik dan militer menambah kompleksitas dalam proses pengambilan keputusan.
Netanyahu kini menghadapi tekanan dari berbagai arah: tuntutan keluarga sandera, penolakan dari sebagian militer, tekanan dari mantan pejabat keamanan, dan desakan internasional untuk gencatan senjata. Meski demikian, pemerintah Israel dikabarkan tetap bersiap meningkatkan intensitas serangan, di tengah kecaman yang terus meluas. (*)