49 Ribu Hektare di TNBBS Disita, Warga Dibina Lewat Kemitraan

Foto Ilustrasi--

BALIKBUKIT – Penertiban kawasan hutan di wilayah Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) terus dilakukan oleh Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Di balik penertiban itu, pihak TNBBS menegaskan bahwa masyarakat yang sudah terlanjur berkebun di dalam kawasan konservasi tidak akan serta-merta dikeluarkan secara represif, melainkan akan dibina dan diarahkan menjadi mitra TNBBS.

Hal itu ditegaskan oleh Kepala Bidang Wilayah II TNBBS Liwa, San Andreas Jatmiko, menanggapi proses penyitaan dan pemasangan patok kawasan seluas 49.822,39 hektare lahan ilegal oleh Satgas PKH di sejumlah titik di kawasan TNBBS. Di antaranya berada di Pekon Tembelang, Kecamatan Bandar Negeri Suoh, dan Pekon Tiga Jaya, Kecamatan Sekincau, Kabupaten Lampung Barat.

“Kami memahami bahwa sebagian besar warga sudah lama membuka lahan dan menggantungkan hidup dari kebun yang mereka kelola. Oleh karena itu, pendekatan yang kami lakukan bukan represif, melainkan persuasif dan solutif,” ujar San Andreas, saat dikonfirmasi, Rabu (6/8/2025).

San Andreas menjelaskan bahwa TNBBS mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 14 Tahun 2024 tentang Penanganan Keterlanjuran di Kawasan Konservasi. Dalam regulasi itu disebutkan bahwa masyarakat yang sudah lebih dulu membuka lahan di kawasan hutan secara tidak sah bisa diarahkan untuk masuk dalam skema perhutanan sosial, asalkan bersedia mengikuti pendampingan dan ketentuan dari pihak TNBBS.

”Kami tidak ingin menyakiti masyarakat. Justru ke depan, mereka yang selama ini menggarap lahan di kawasan TNBBS akan kami ajak bekerja sama sebagai mitra dalam menjaga kelestarian hutan,” tambahnya.

Saat ini, kata dia, aktivitas warga masih tetap berjalan secara normal meski proses pemasangan plang batas kawasan telah dilakukan. Hal itu merupakan bagian dari proses awal penegasan bahwa lahan tersebut berada dalam kawasan taman nasional.

San Andreas menegaskan bahwa program selanjutnya bukan pengusiran, melainkan penataan berbasis keterlibatan warga. Salah satu bentuknya adalah program reboisasi atau penghijauan yang akan melibatkan langsung masyarakat penggarap sebagai mitra aktif.

”Kami menargetkan reboisasi seluas 25 hektare untuk tahap awal, dan masyarakat pengelola lahan akan kami libatkan langsung. Ini langkah nyata bahwa solusi kami bukan menghukum, tapi membina,” tegasnya.

Pihak TNBBS mengimbau masyarakat yang berada dalam kawasan untuk tetap tenang dan mengikuti setiap arahan teknis yang akan diberikan dalam proses pendampingan ke depan. Seluruh tahapan akan dilakukan dengan komunikasi terbuka dan sosialisasi yang melibatkan semua pihak.

”Kami ingin menyelamatkan lingkungan, menjaga keberadaan satwa, dan yang paling utama adalah memastikan keberlangsungan hidup masyarakat itu sendiri. Jadi jangan berasumsi bahwa ini tindakan sepihak atau represif,” pungkasnya.

Dengan pendekatan kolaboratif dan dukungan regulasi yang mengakomodasi realitas sosial di lapangan, pihak TNBBS berharap masyarakat tak lagi melihat kawasan taman nasional sebagai wilayah yang tertutup, tetapi sebagai ruang bersama untuk menjaga alam sambil tetap memberi manfaat ekonomi yang sah dan lestari. (edi/nopri)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan