SPHP Diperluas ke Ritel Modern Strategi Pemerintah Tekan Gejolak Harga Beras

Beras SPHP. -Foto RadarĀ Grup-
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Pemerintah terus memperluas cakupan distribusi beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) ke jaringan ritel modern sebagai bagian dari upaya nasional menekan gejolak harga beras yang sempat melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) di sejumlah daerah. Langkah ini dipimpin oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Perum Bulog, dengan menyasar 214 kabupaten/kota yang menunjukkan fluktuasi harga signifikan selama Agustus 2025.
Langkah strategis ini bukan tanpa alasan. Dalam beberapa bulan terakhir harga beras medium di banyak wilayah terpantau melebihi batas HET yang telah ditetapkan pemerintah yaitu Rp12.500 per kilogram. Ketidakseimbangan distribusi dan tekanan pasokan dinilai sebagai penyebab utama ketidakstabilan tersebut. Untuk mengatasi kondisi ini Bapanas mendorong penguatan stok beras SPHP, terutama di titik-titik strategis dalam jaringan ritel modern yang bertujuannya adalah menciptakan stabilitas harga melalui kehadiran beras SPHP yang dapat dijual dalam kemasan 5 kg dengan harga tetap Rp62.500.
Ritel Modern Dijadikan Titik Tumpu Stabilitas Harga
Ritel modern dinilai memiliki peran krusial dalam menjaga kestabilan harga beras nasional sebagai kanal distribusi yang memiliki sistem logistik mapan dan jangkauan luas dan ritel modern dianggap sebagai penentu harga pasar.
Sehingga ketika beras SPHP tersedia dalam jumlah memadai di kanal ini maka harga di pasar tradisional pun akan ikut menyesuaikan. Pemerintah meyakini bahwa kehadiran beras SPHP di ritel dapat menjadi tolok ukur harga yang adil bagi konsumen, sekaligus alat tekan terhadap lonjakan harga yang tidak wajar.
Selain berperan sebagai penyeimbang, kehadiran beras SPHP di ritel juga membuka opsi lebih luas bagi konsumen. Di tengah menjamurnya beras kemasan premium dengan harga tinggi, keberadaan produk dengan harga terjangkau namun tetap berkualitas seperti SPHP memberikan alternatif penting bagi masyarakat, khususnya golongan menengah ke bawah.
Pemetaan Wilayah dan Eskalasi Distribusi
Pemerintah telah memetakan 214 kabupaten/kota yang menjadi prioritas distribusi SPHP. Wilayah-wilayah tersebut tersebar di 33 provinsi dan diklasifikasikan dalam tiga zona: Zona 1 terdiri atas 113 kabupaten/kota, Zona 2 meliputi 81 wilayah, dan Zona 3 mencakup 20 daerah.
Pemilihan wilayah ini didasarkan pada data Panel Harga Pangan Nasional yang memantau perkembangan harga di seluruh Indonesia. Pada minggu ketiga Agustus 2025, jumlah daerah yang memiliki harga beras medium di atas HET masih tinggi, yaitu sebanyak 167 kabupaten/kota. Namun memasuki September, terjadi perbaikan signifikan. Data menunjukkan peningkatan jumlah daerah dengan harga sesuai atau di bawah HET menjadi 246 wilayah — lonjakan sebesar 49,8 persen dalam waktu singkat.
Peningkatan Volume Penjualan dan Distribusi Harian
Realisasi penjualan beras SPHP menunjukkan tren positif. Per 3 September 2025, total volume penjualan untuk periode Juli–Desember telah mencapai 126,2 ribu ton. Angka ini terus meningkat seiring intensifikasi distribusi oleh Bulog. Dalam satu pekan terakhir saja, penyaluran harian mencapai rata-rata 5.900 ton per hari. Bahkan, pada 30 Agustus, angka distribusi harian menyentuh rekor tertinggi 9.700 ton.
Pemerintah mendorong optimalisasi semua kanal distribusi yang telah tersedia. Selain ritel modern, saluran tradisional seperti pasar rakyat dan kegiatan Gerakan Pangan Murah (GPM) juga akan dimaksimalkan sebagai jalur distribusi. Dengan memperkuat semua lini ini secara bersamaan, stabilisasi harga diharapkan dapat tercapai secara merata di seluruh wilayah.
Penyesuaian Prosedur untuk Atasi Hambatan Lapangan
Menjawab berbagai kendala teknis dalam penyaluran, terutama di pasar tradisional, pemerintah telah melonggarkan alur distribusi. Bulog kini mengizinkan pengecer pasar untuk mengajukan permintaan beras SPHP secara manual, yang kemudian akan diproses oleh tim internal mereka. Kebijakan ini bertujuan mengatasi hambatan digitalisasi dan mempercepat alur distribusi di lapangan, terutama di daerah-daerah dengan keterbatasan infrastruktur teknologi.