Ekspor Batu Bara Indonesia Anjlok 21 Persen

Kementerian ESDM menyebut nilai ekspor batu bara anjlok hingga 21 persen pada Januari-Juli 2025 disebabkan peningkatan produksi emas hitam di negara pembeli. -iStockphoto-
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Nilai ekspor batu bara Indonesia tercatat merosot tajam sepanjang Januari hingga Juli 2025. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan penurunan sebesar 21,74 persen dari US$17,66 miliar pada periode yang sama tahun lalu menjadi hanya US$13,82 miliar. Dari sisi volume, ekspor juga turun 6,96 persen, dari 230,76 juta ton menjadi 214,71 juta ton.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno, menjelaskan bahwa pelemahan ini disebabkan oleh meningkatnya kapasitas produksi negara-negara pembeli utama batu bara Indonesia, terutama China dan India. Kedua negara selama ini menjadi pangsa pasar terbesar, sehingga kenaikan produksi domestik mereka otomatis menekan permintaan impor dari Indonesia.
Selain faktor permintaan, tren harga batu bara dunia juga mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun lalu. Tri menyebut kondisi ini sebagai bagian dari siklus komoditas, di mana harga selalu bergerak naik dan turun mengikuti keseimbangan antara pasokan dan permintaan global.
Kementerian ESDM memastikan tidak tinggal diam menghadapi pelemahan ekspor ini. Pemerintah bersama Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mulai menjajaki pasar baru di kawasan Asia Tenggara. Beberapa negara yang dipetakan antara lain Vietnam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Negara-negara tersebut dianggap memiliki potensi besar karena kebutuhan energi fosil mereka masih tinggi, sementara jarak transportasi relatif dekat dibandingkan dengan pasar lain seperti Eropa atau Amerika.
Tri menegaskan bahwa diversifikasi pasar menjadi strategi penting agar ekspor batu bara Indonesia tetap terjaga di tengah dinamika pasar global. Selain itu, koordinasi intensif dengan pelaku usaha tambang juga dilakukan untuk menyiapkan mekanisme penjualan ke negara-negara baru.
Ekonom energi menilai pelemahan ekspor batu bara kali ini seharusnya menjadi momentum bagi Indonesia untuk mempercepat transisi menuju energi baru terbarukan (EBT). Ketergantungan terhadap ekspor komoditas mentah dianggap rentan karena harga sangat fluktuatif. Dengan memperkuat hilirisasi dan memperluas investasi pada energi bersih, Indonesia bisa mengurangi risiko jangka panjang akibat gejolak pasar komoditas global.
Jika diversifikasi pasar ke ASEAN berhasil, penurunan ekspor tahun ini diperkirakan hanya bersifat sementara. Namun, tanpa langkah strategis menuju transformasi energi, ketergantungan pada batu bara akan terus membuat Indonesia rentan terhadap gejolak harga dan kebijakan energi negara mitra dagang.(*/edi)