OJK Respons Wacana Menkeu Titip Uang di Bank Daerah

Menkeu RI Purbaya berniat memindahkan uang kepada dua bank daerah, yakni Bank Jakarta dan Bank Jatim, masing-masing sebesar Rp5 triliun hingga Rp10 triliun. Foto CNN Indonesia--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Rencana Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk menempatkan dana pemerintah di Bank Pembangunan Daerah (BPD) menuai tanggapan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Lembaga pengawas sektor keuangan itu menyebut langkah tersebut secara prinsip dapat memperkuat likuiditas perbankan daerah, sekaligus membuka ruang ekspansi kredit bagi sektor produktif di luar Pulau Jawa. Namun, OJK mengingatkan bahwa penempatan dana negara harus diiringi tata kelola dan mitigasi risiko yang kuat agar tidak menimbulkan persoalan baru di kemudian hari.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa secara umum kondisi likuiditas BPD saat ini tergolong sehat. Berdasarkan data OJK per Agustus 2025, rasio loan to deposit ratio (LDR) BPD secara agregat berada di level 78,70 persen, atau lebih longgar dibanding rata-rata industri perbankan nasional. Angka tersebut menunjukkan masih luasnya ruang bagi bank daerah untuk menyalurkan kredit.
“Hal ini mencerminkan ruang ekspansi kredit BPD lebih tinggi dibandingkan industri perbankan secara umum,” ujar Dian dalam Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Kamis (9/10).
Meski begitu, Dian menekankan bahwa efektivitas penempatan dana pemerintah di BPD bergantung pada kesiapan infrastruktur dan tata kelola perbankan daerah. Ia menyoroti pentingnya penguatan di tiga aspek utama: sumber daya manusia, kebijakan manajemen risiko, dan kemampuan penyaluran kredit secara prudent.
Dian juga menyinggung pentingnya kebijakan penetapan suku bunga (pricing policy) agar penempatan dana pemerintah tidak justru menambah beban biaya dana (cost of fund). Ia mendorong agar pemerintah menetapkan jangka waktu penempatan yang lebih panjang agar sesuai dengan karakter proyek daerah yang bervariasi.
“Kalau jangka waktu terlalu pendek, sulit menjangkau proyek infrastruktur atau pembiayaan produktif. Ada yang satu tahun, dua tahun, bahkan sepuluh tahun. Karena itu, penempatan dana ini perlu disesuaikan dengan karakter sektor riil yang akan dibiayai,” tegasnya.
OJK juga mengingatkan bahwa ekspansi kredit yang terlalu cepat tanpa disertai manajemen risiko berpotensi menimbulkan lonjakan non-performing loan (NPL) di sektor perbankan daerah. Beberapa BPD selama ini masih menghadapi tantangan tata kelola dan konsentrasi kredit yang tinggi terhadap proyek pemerintah daerah, yang bisa menimbulkan ketergantungan pada APBD.
“Perlu ada upaya berkelanjutan agar BPD dapat memperluas fungsi intermediasi tanpa menimbulkan risiko kredit macet,” kata Dian.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan bahwa pemerintah masih memiliki dana menganggur sekitar Rp275 triliun yang saat ini parkir di Bank Indonesia (BI). Dana itu berasal dari Sisa Anggaran Lebih (SAL) pemerintah pusat yang belum terserap. Purbaya berencana memindahkan sebagian dana tersebut ke dua bank daerah, yakni Bank Jakarta dan Bank Jatim, masing-masing dengan potensi penyerapan Rp5–10 triliun.
“Saya sekarang punya Rp275 triliun cash nganggur. Kita lagi diskusi dengan mereka, bisa terima berapa,” ujar Purbaya di Jakarta, Rabu (8/10).
Ia menegaskan, penempatan dana di bank daerah dimaksudkan untuk memperkuat pembiayaan ekonomi lokal dan mendorong pemerataan akses modal di luar wilayah-wilayah dengan dominasi bank BUMN. Purbaya juga menyebut telah berkoordinasi dengan para gubernur guna memastikan kesiapan dan dukungan pengawasan.
Namun, Purbaya mengingatkan pula soal disiplin fiskal daerah. Bila dana yang ditempatkan pemerintah di BPD justru bermasalah atau tidak digunakan sebagaimana mestinya, Kemenkeu akan memotong Dana Alokasi Umum (DAU) atau Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pemerintah daerah yang bersangkutan.
“Kalau uangnya hilang, ya kami potong DAU dan DAK mereka. Harus ada tanggung jawab bersama antara pusat dan daerah,” ujarnya.
Dari sisi kebijakan makro, langkah ini mencerminkan upaya pemerintah mengoptimalkan dana publik untuk memperkuat perputaran ekonomi nasional. Selama ini, dana SAL yang parkir di BI cenderung tidak produktif, padahal dapat dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan pembiayaan UMKM di daerah.