Lemong Rekonstruksi Batas Kawasan Hutan

KECAMATAN Lemong gelar pertemuan batas wilayah pekon dengan hutan - Foto Dok--

LEMONG – Pemerintah Kecamatan Lemong, Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar), melaksanakan kegiatan rekonstruksi batas kawasan hutan yang melintasi wilayah tersebut. Rekonstruksi ini mencakup sebagian kawasan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) serta sebagian kawasan hutan produksi terbatas yang berada di wilayah pesisir.

Kegiatan yang berlangsung di Kantor Kecamatan Lemong tersebut dipimpin langsung oleh Camat Lemong, M. Nursin Chandra, dan dihadiri oleh para peratin se-Kecamatan Lemong, anggota TNI, serta perwakilan dari Kementerian Kehutanan melalui Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH).

Dalam pertemuan itu, Petugas BPKH, Agung Wahyudi, memaparkan wilayah-wilayah yang dilintasi oleh kawasan hutan konservasi maupun hutan lindung. Beberapa pekon yang disebut masuk dalam zona tersebut di antaranya Pekon Bambang, Pagar Dalam, Sukamulya, dan Rata Agung.

Menurut Agung, dari hasil identifikasi awal, terdapat beberapa pekon yang menghadapi permasalahan terkait kejelasan tapal batas yang telah ditetapkan sejak lama oleh pihak kehutanan.

”Dari pemetaan dan catatan kami, masih ada ketidaksesuaian dan konflik batas di beberapa wilayah pekon. Ini yang harus kita selesaikan bersama agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari,” terangnya.

Sebagai tindak lanjut, pihak Kementerian Kehutanan melalui BPKH akan melakukan pemasangan tapal batas ulang yang dijadwalkan dimulai pada 20 Oktober 2025. Untuk itu, pihaknya meminta dukungan penuh dari Pemerintah Kecamatan dan para peratin agar prosesnya berjalan lancar.

”Kami sangat membutuhkan dukungan dari aparatur pekon dan kecamatan, terutama saat pemasangan tapal batas nanti. Harus ada pendampingan dari masyarakat agar prosesnya transparan dan bisa dipertanggungjawabkan,” tambah Agung.

Menanggapi hal tersebut, Camat Lemong M. Nursin Chandra menyampaikan bahwa pihak pekon sebelumnya sempat mempertanyakan proses pemasangan tapal batas oleh pihak kehutanan yang dilakukan pada tahun 1996–1997. Saat itu, menurut mereka, masyarakat tidak dilibatkan dalam penentuan batas kawasan.

”Keluhan dari pekon adalah karena dulu pemasangan tapal batas dilakukan sepihak, tanpa melibatkan warga yang tinggal di sekitar kawasan. Ini menjadi pelajaran penting agar dalam pelaksanaan tahun ini masyarakat harus benar-benar dilibatkan,” tegas Nursin.

Ia berharap, kegiatan rekonstruksi batas kali ini bisa menjadi momentum untuk memperjelas status lahan dan wilayah, sehingga tidak menimbulkan konflik lahan antara masyarakat dan pemerintah di masa depan.

”Pemerintah kecamatan siap mendukung dan memfasilitasi pelaksanaan ini, namun prinsipnya masyarakat harus tahu dan terlibat, karena merekalah yang hidup di sekitar kawasan tersebut,” tandasnya. (yogi/*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan