DP3AKB Imbau Tim Pencegahan Kekerasan di Sekolah Diaktifkan

Plt Kepala DP3AKB Pesbar Irhamudin. Foto ; dok.--

PESISIR TENGAH - Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar) kembali mengingatkan seluruh satuan pendidikan agar memaksimalkan peran Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) di lingkungan sekolah. Langkah ini dinilai penting untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman, nyaman, serta bebas dari segala bentuk kekerasan terhadap anak.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala DP3AKB Pesbar, Irhamudin, S.KM., mengatakan bahwa keberadaan TPPK di setiap satuan pendidikan bukan sekadar formalitas, melainkan harus benar-benar difungsikan sebagai garda terdepan dalam upaya pencegahan kekerasan di lingkungan sekolah. Menurutnya, tim tersebut memiliki peran strategis dalam mendeteksi dini berbagai potensi kekerasan baik fisik, psikis, maupun lainnya yang mungkin terjadi terhadap peserta didik.

”Kami mengimbau agar seluruh sekolah di Pesbar mengaktifkan kembali peran TPPK. Jangan hanya dibentuk di atas kertas, tetapi harus berjalan aktif dengan melibatkan guru, tenaga kependidikan, dan juga perwakilan orang tua,” katanya.

Dikatakannya, DP3AKB terus berupaya memperkuat sinergi dengan Dinas Pendidikan dan kebudayaan (Disdikbud) serta lembaga terkait untuk memastikan setiap sekolah memahami prosedur pencegahan dan penanganan kekerasan. Sebab, kasus kekerasan terhadap anak di lingkungan pendidikan masih menjadi perhatian serius, tidak hanya di tingkat nasional tetapi juga di daerah.

”Kita tidak bisa menutup mata bahwa potensi kekerasan terhadap anak masih ada, baik dalam bentuk perundungan, pelecehan, maupun tindakan yang merugikan secara emosional. Karena itu, fungsi TPPK sangat vital dalam memberikan perlindungan dini,” jelasnya.

Lebih lanjut, Irhamudin menjelaskan bahwa dalam beberapa kesempatan DP3AKB juga telah melakukan sosialisasi dan pendampingan kepada sekolah-sekolah salah satunya untuk memperkuat kapasitas TPPK. Kegiatan tersebut meliputi mekanisme pelaporan, serta pendampingan psikologis bagi korban. Karena itu, sekolah tidak boleh ragu untuk melapor apabila ditemukan indikasi kekerasan, baik antar siswa maupun yang melibatkan tenaga pendidik.

”Kami juga menyediakan layanan konseling dan pendampingan bagi anak korban kekerasan. Harapannya, setiap sekolah memiliki keberanian untuk bertindak cepat dan tepat apabila terjadi kasus, karena yang terpenting adalah melindungi anak dari dampak lanjutan,” ujarnya.

Dijelaskannya, DP3AKB terus berupaya memperluas jangkauan edukasi kepada masyarakat, termasuk orang tua murid, agar lebih peduli terhadap isu perlindungan anak. Menurutnya, pencegahan kekerasan bukan hanya tanggung jawab sekolah, tetapi juga menjadi tugas bersama seluruh elemen masyarakat.

”Kami ingin membangun kesadaran kolektif bahwa melindungi anak adalah tanggung jawab bersama. Lingkungan yang aman bagi anak harus dimulai dari rumah dan diperkuat di sekolah,” katanya.

Selain itu, kata dia, DP3AKB juga mengingatkan pentingnya peran guru Bimbingan Konseling (BK) dalam memberikan perhatian khusus kepada peserta didik yang menunjukkan perubahan perilaku mencurigakan. Guru BK dinilai dapat menjadi pihak pertama yang mendeteksi adanya potensi kekerasan atau tekanan psikologis pada siswa.

“Guru BK punya peran penting. Mereka harus peka terhadap perubahan sikap anak, misalnya menjadi pendiam, mudah marah, atau tampak tertekan. Hal-hal seperti itu bisa menjadi tanda awal bahwa anak sedang mengalami masalah, sehingga hal ini harus ada upaya persuasif salah satunya dari guru BK,” pungkasnya.(yayan/*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan