KPH Pesisir Barat Dorong Pemanfaatan Hutan Berkelanjutan

Kepala UPTD KPH Pesbar Dadang Trianahadi. foto ; dok.--
PESISIR TENGAH - Pengelolaan sumber daya hutan di Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar) kini memasuki babak baru. Paradigma pengelolaan yang dulunya bertumpu pada hasil kayu (HK) semata, kini beralih ke arah pengelolaan kawasan hutan secara menyeluruh dan berkelanjutan.
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Pesbar terus mendorong pengembangan potensi nonkayu atau hasil hutan bukan kayu (HHBK) serta jasa lingkungan, yang porsinya kini mencapai sekitar 80 persen dari keseluruhan pemanfaatan hutan.
Kepala UPTD KPH Pesbar, Dadang Trianahadi, S.P., M.M., mengatakan bahwa wilayah kerja lembaganya meliputi seluruh kawasan hutan di Kabupaten Pesbar. Luasannya terdiri atas Hutan Produksi Terbatas (HPT) seluas 29.271,65 hektare dan Hutan Lindung (HL) seluas 9.729,35 hektare, serta seluruh areal penggunaan lain (APL) dalam wilayah administrasi kabupaten tersebut. Paradigma pengelolaan hutan kini telah berubah.
“Jika dahulu orientasinya hanya pada kayu, kini kita lebih menekankan pada pengelolaan kawasan hutan secara utuh. Artinya, semua potensi ekosistem hutan harus dikelola dan dimanfaatkan secara bijak dan berkelanjutan,” katanya.
Dijelaskannya, arah kebijakan pengelolaan hutan saat ini lebih menitik beratkan pada keberlanjutan ekosistem, sekaligus pemberdayaan masyarakat sekitar hutan. Karena itu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (HHBK) seperti damar, rotan, madu hutan, dan bambu, kini menjadi fokus utama. Kalau dulu hasil kayu mendominasi hingga 100 persen, sekarang komposisinya berubah menjadi 20 persen untuk kayu dan 80 persen untuk HHBK serta jasa lingkungan.
“Kami juga mencatat ada 13 pemegang izin perhutanan sosial (PS) yang tersebar di berbagai wilayah dengan total luas areal kelola mencapai 17.737 hektare,” jelasnya.
Dari jumlah tersebut, kata dia, terdapat sekitar 3.290 kepala keluarga (KK) yang terlibat secara langsung dalam kegiatan perhutanan sosial, baik dalam bentuk hutan kemasyarakatan, hutan desa, maupun hutan tanaman rakyat. Perhutanan sosial menjadi salah satu program strategis dalam mewujudkan pengelolaan hutan yang adil dan berkelanjutan.
“Melalui program ini, masyarakat tidak hanya memperoleh akses legal untuk mengelola hutan, tetapi juga mendapatkan pendampingan agar dapat mengembangkan ekonomi berbasis sumber daya hutan,” ujarnya.
Menurutnya, keberhasilan pengelolaan hutan tidak lagi diukur dari banyaknya kayu yang ditebang, melainkan dari kemampuan menjaga kelestarian ekosistem sekaligus memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Karena itu, penguatan kelembagaan kelompok tani hutan dan peningkatan kapasitas masyarakat menjadi fokus utama KPH. Potensi wilayah kerja KPH Pesisir Barat sangat beragam. Selain vegetasi dan kayu, juga terdapat kekayaan hasil hutan bukan kayu, keanekaragaman fauna, serta potensi jasa lingkungan yang dapat dikembangkan untuk sektor wisata alam.
“Kawasan hutan di Pesbar memiliki keindahan dan keunikan ekosistem yang luar biasa. Ini bisa dikembangkan menjadi destinasi wisata alam yang edukatif, tanpa mengurangi fungsi lindung hutan,” katanya.
Ia mencontohkan, kawasan hutan lindung di sekitar Kecamatan Krui Selatan dan Ngambur memiliki potensi wisata berbasis konservasi, seperti tracking hutan, pengamatan satwa liar, hingga wisata edukasi ekosistem hutan. Konsep wisata alam berbasis kelestarian lingkungan kini mulai kita dorong. Selain meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hutan, sektor ini juga mampu memberikan nilai ekonomi tambahan.
“KPH Pesbar berkomitmen untuk mengelola seluruh potensi hutan dengan prinsip kolaboratif. Artinya, pengelolaan dilakukan bersama masyarakat, pemerintah daerah, serta pihak swasta yang memiliki kepedulian terhadap lingkungan,” pungkasnya.(yayan/*)