“Siaga Bekal” Berbasis Kearifan Lokal

Kepala Pelaksana BPBD Lambar Padang Prio Utomo, S.H----
BALIKBUKIT – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lampung Barat (Lambar) terus mendorong implementasi program Pembangunan Ekosistem Mitigasi Bencana Berbasis Kearifan Lokal atau disingkat Siaga Bekal. Program ini menjadi langkah nyata komitmen Bupati Parosil Mabsus dalam mewujudkan Lambar sebagai kabupaten tangguh bencana.
Kalak BPBD Lambar Padang Priyo Utomo, SH., mengatakan, Siaga Bekal hadir sebagai strategi penguatan sistem mitigasi bencana yang berpijak pada kearifan lokal. Hal ini penting mengingat Lambar termasuk daerah dengan tingkat kerawanan bencana cukup tinggi, seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir, dan kebakaran hutan.
“Program ini bertujuan memperkuat kapasitas kelembagaan sekaligus meningkatkan partisipasi masyarakat. Pendekatannya kolaboratif dan partisipatif, melibatkan pemerintah daerah, lembaga adat, akademisi, serta masyarakat,” ujar Padang.
Menurutnya, Siaga Bekal memiliki beberapa tahapan utama. Mulai dari identifikasi kearifan lokal dalam mitigasi bencana, penyusunan modul sosialisasi berbasis budaya lokal, pelaksanaan pelatihan dan sosialisasi, hingga pembentukan forum komunikasi lintas pemangku kepentingan.
“Kalau bicara ekosistem mitigasi bencana, itu tidak hanya menyangkut lingkungan fisik. Tetapi juga sistem sosial, kelembagaan, kebijakan, dan teknologi yang saling berinteraksi untuk memperkuat kesiapsiagaan masyarakat,” lanjutnya.
Langkah awal pelaksanaan program ini diawali dengan identifikasi dan pemetaan potensi lokal, baik dari jenis ancaman bencana seperti banjir, longsor, hingga kekeringan, maupun nilai budaya dan praktik tradisional yang relevan seperti tanda alam, gotong royong, dan arsitektur rumah tahan gempa.
Selain itu, BPBD juga akan memperkuat kelembagaan dan jejaring dengan mengaktifkan Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB), relawan desa tangguh, serta kelompok masyarakat peduli bencana. “Kita dorong sinergi antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, media, dan masyarakat dalam semangat pentahelix,” imbuhnya.
Padang menambahkan, pihaknya juga mengembangkan sistem informasi dan edukasi berbasis komunitas. Mulai dari sistem peringatan dini sederhana hingga pelaksanaan simulasi dan pelatihan rutin. Pendidikan kebencanaan pun akan diintegrasikan ke dalam kegiatan sekolah maupun tradisi adat.
Untuk menjamin keberlanjutan, nilai-nilai lokal akan diintegrasikan dalam kebijakan dan perencanaan daerah, termasuk dalam RPB, RPJMD, dan RTRW. “Kearifan lokal ini menjadi modal sosial dalam penanggulangan bencana dan perlu payung hukum agar bisa berkelanjutan,” jelasnya.
Tak kalah penting, BPBD juga mengembangkan teknologi tepat guna berbasis budaya lokal, seperti sistem drainase tradisional, bangunan ramah bencana, hingga penggunaan kentongan sebagai alat peringatan dini.
“Nilai-nilai seperti pelestarian lamban langgarh, tradisi bebathokh, semangat gotong royong, dan budaya nyambai dapat menjadi media sosialisasi yang menyenangkan. Informasi bencana jangan selalu dianggap menakutkan, tapi bisa dikemas dengan cara yang mendidik,” terang Padang.
Ia menambahkan, simbol tradisional seperti kentongan atau kukuhan juga dapat dihidupkan kembali sebagai sistem peringatan dini khas masyarakat Lambar.
“Ke depan, keberlanjutan Siaga Bekal ini akan diarahkan melalui integrasi program ke dalam kebijakan daerah serta penguatan jejaring kemitraan antar lembaga. Tujuannya agar mitigasi bencana berbasis kearifan lokal bisa terus berjalan secara berkesinambungan,” pungkasnya. (edi/nopri)