Dua Warisan Budaya Tambahan, Pesisir Barat Kini Miliki 13 WBTb Nasional

Plt.Kadisdikbud Pesbar Marnentinus saat menerima sertifikat WBTb Indonesia Tahun 2024 terhadap budaya Adat Buantak dan Adidang dari Kementerian Kebudayaan pada ajang PKD ke V tahun 2025. Foto Dok.--

RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Kabupaten Pesisir Barat (Pesbar) terus menunjukkan komitmennya dalam menjaga dan melestarikan kekayaan budaya lokal. Tahun ini, daerah berjuluk Negeri Para Sai Batin dan Ulama itu kembali menambah daftar kebanggaan dengan ditetapkannya dua warisan budaya baru, yakni Adat Buantak dan Adidang, sebagai Warisan Budaya Takbenda (WBTb) Indonesia Tahun 2024 oleh Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia.

Dengan penambahan dua tradisi tersebut, kini Pesbar resmi memiliki total 13 warisan budaya yang diakui secara nasional. Penyerahan sertifikat dilakukan pada ajang Pekan Kebudayaan Daerah (PKD) ke-IV Provinsi Lampung Tahun 2025, yang digelar pada Rabu, 22 April 2025.

Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pesbar, Marnentinus, S.IP., mengatakan bahwa pengakuan ini menjadi bukti nyata apresiasi pemerintah pusat terhadap upaya pelestarian nilai-nilai budaya dan tradisi masyarakat di daerah tersebut. Selain itu juga sebagai bentuk pengakuan terhadap kerja keras seluruh masyarakat dalam menjaga serta melestarikan kekayaan budaya yang kita miliki.

“Dua warisan budaya yang baru diakui ini semakin memperkaya khazanah budaya Kabupaten Pesbar,” katanya, Kamis, 23 Oktober 2025.

Menurut Marnentinus, Adat Buantak dan Adidang bukan sekadar warisan turun-temurun, melainkan juga memiliki nilai filosofis yang mendalam dan berperan penting dalam membentuk karakter sosial masyarakat. Ia menjelaskan bahwa Adat Buantak merupakan prosesi adat pengantaran calon pengantin perempuan ke rumah calon pengantin laki-laki, dilakukan secara beramai-ramai oleh masyarakat sebagai wujud gotong royong dan kebersamaan.

“Tradisi ini melibatkan seluruh lapisan masyarakat, mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu, hingga anak-anak. Semuanya turut berpartisipasi karena prosesi ini bukan hanya milik keluarga pengantin, tetapi milik bersama sebagai simbol persaudaraan,” jelasnya.

Sementara itu, Adidang adalah bentuk sastra lisan tradisional yang diiringi musik khas daerah, biasanya dinyanyikan dengan syair-syair yang sarat pesan moral dan nasihat kehidupan. Kesenian ini telah menjadi bagian penting dari kehidupan masyarakat Pesbar dan menjadi media untuk menyampaikan nilai-nilai luhur dari generasi ke generasi.

“Adidang bukan hanya seni hiburan, tetapi sarana pendidikan budaya. Kami berharap generasi muda dapat mengenal, memahami, dan mencintai tradisi ini agar tidak hilang ditelan zaman,” ujarnya.

Menurutnya, pengakuan dua WBTb baru ini semakin memperkuat posisi Kabupaten Pesbar sebagai salah satu daerah dengan kekayaan budaya di Provinsi Lampung.

Sebelumnya, sudah ada sebelas warisan budaya yang terlebih dahulu mendapatkan sertifikat WBTb dari Kementerian Kebudayaan Republik Indonesia. Kesebelas warisan tersebut meliputi Gulai Taboh, Kakiceran, Ngundukh Damar, Nyuncun Pahar, Ngejalang, Tari Dibingu, Hadra Ugan, Gulai Bebat, Daduwaian, Tari Bujantan Budamping, dan Pekhos Masin. Dengan demikian, total 13 tradisi khas daerah kini telah tercatat secara resmi sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia.

“Capaian ini tentu menjadi kebanggaan besar bagi kita semua. Namun yang lebih penting adalah bagaimana kita menjaga agar seluruh warisan budaya ini tetap hidup di tengah masyarakat,” katanya. 

Dikatakannya, Disdikbud Pesbar berkomitmen menjadikan pengakuan ini sebagai momentum memperkuat langkah-langkah pelestarian budaya melalui berbagai program konkret. Upaya tersebut meliputi pendokumentasian tradisi, revitalisasi kegiatan adat, penguatan peran masyarakat adat, hingga integrasi nilai-nilai budaya dalam dunia pendidikan.

“Kami akan terus mendorong agar nilai-nilai budaya ini bisa menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Budaya bukan hanya masa lalu, tetapi juga masa depan yang menjadi jati diri dan kebanggaan kita bersama,” ujarnya.

Ditambahkannya, keberhasilan tersebut merupakan hasil kerja sama banyak pihak, mulai dari masyarakat adat, tokoh budaya, akademisi, hingga pemerintah daerah. Semua pihak, katanya, memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga keberlanjutan warisan budaya agar tidak hilang di tengah arus modernisasi. Kerja sama ini harus terus dijaga. Warisan leluhur bukan sekadar peninggalan sejarah, melainkan identitas daerah yang harus diwariskan kepada generasi penerus. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan