Radarlambar.bacakoran.co - Ghibah merupakan salah satu perilaku yang sangat dilarang dalam ajaran Islam. Syaikh Muhammad Al-Utsaimin dalam Syarah Riyadhus Shalihin jilid IV menjelaskan bahwa menurut Ahmad bin Hambal ra, ghibah dan adu domba termasuk dosa besar. Namun, dalam beberapa situasi tertentu, ada ghibah yang diperbolehkan dalam Islam.
Enam Keadaan yang Membolehkan Ghibah
Imam an-Nawawi dalam Syarah Riyadhus Shalihin menyebutkan bahwa ada jenis ghibah yang diperbolehkan, yaitu ghibah yang bertujuan untuk kebaikan dan tidak dapat tercapai tanpa melakukan ghibah.
Berikut adalah enam keadaan yang membolehkan ghibah:
1. Pengaduan atas Penganiayaan
Seseorang yang menjadi korban aniaya diperbolehkan untuk melaporkan perbuatan tersebut kepada pihak yang berwenang atau orang yang dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut,Misalnya, korban bisa berkata, Fulan telah menganiaya saya dengan cara seperti ini.
2. Menghapus Kemungkaran dan Maksiat
Ghibah juga diperbolehkan jika tujuannya adalah untuk meminta bantuan dalam menghilangkan kemungkaran atau menegur perbuatan maksiat. Misalnya, seseorang bisa berkata, Fulan melakukan perbuatan ini dan itu, dengan tujuan untuk menghapus kemungkaran tersebut.
3. Meminta Fatwa atau Nasihat
Ketika seseorang mencari fatwa atau nasihat terkait perlakuan buruk yang dialami, seperti Bagaimana sebaiknya jika saya diperlakukan seperti ini oleh ayah, saudara, atau istri saya? Ini diperbolehkan, asalkan tidak menyebutkan nama atau identitas pihak yang bersangkutan secara langsung.
4. Memberi Peringatan atau Nasihat
Memberi nasihat atau peringatan kepada orang lain agar tidak terjerumus dalam dosa juga termasuk ghibah yang dibolehkan. Misalnya, saat memberi masukan dalam perjodohan, kita perlu menyebutkan kekurangan calon pasangan agar bisa memberikan nasihat yang tepat. Selain itu, jika seseorang khawatir ada pelajar yang terpengaruh oleh seorang pelaku bid'ah atau fasik, dia boleh memberi nasihat dengan menyebutkan kondisi orang tersebut.
5. Mengungkapkan Perbuatan Fasik yang Terang-terangan
Jika seseorang melakukan perbuatan fasik atau bid'ah secara terang-terangan, seperti minum khamr di tempat umum atau merampas hak orang lain, kita diperbolehkan menyebutkan perbuatannya. Namun, menyebutkan aib orang tersebut yang tidak diketahui orang lain tetap dilarang, kecuali ada alasan yang sah menurut syariat.
6. Mengidentifikasi Seseorang dengan Julukan Tertentu
Mengidentifikasi seseorang dengan julukan seperti si buta atau si tuli boleh dilakukan jika itu tujuannya hanya untuk mengenalkan orang tersebut. Namun, jika niatnya untuk mengejek atau menghina, maka itu hukumnya haram.
Secara keseluruhan, ghibah boleh dilakukan dalam keadaan-keadaan tertentu yang sah menurut syariat Islam, dan tidak bertentangan dengan tujuan untuk kebaikan atau untuk menghindari keburukan.(*)
Kategori :