Radarlambar.bacakoran.co - Pembayaran digital menggunakan QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) semakin banyak digunakan oleh masyarakat. Dengan rencana penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12% pada tahun 2025, muncul kekhawatiran bahwa transaksi menggunakan QRIS akan dikenakan biaya tambahan yang signifikan. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memberikan penjelasan mengenai isu ini.
Apakah Pembayaran QRIS Terkena PPN?
DJP menjelaskan bahwa layanan pembayaran digital, termasuk QRIS, merupakan bagian dari kategori Jasa Sistem Pembayaran. Oleh karena itu, pengenaan PPN pada layanan ini bukanlah kebijakan baru, tetapi telah diatur sebelumnya dalam regulasi tentang teknologi finansial.
Dasar pengenaan pajak ini tidak langsung kepada konsumen, melainkan pada biaya layanan yang dikenakan oleh penyedia jasa kepada merchant, yang disebut Merchant Discount Rate (MDR).
Contoh Simulasi
Jika seseorang membeli barang seharga Rp 5.000.000, PPN 12% yang dikenakan atas pembelian tersebut adalah Rp 550.000, sehingga total pembayaran menjadi Rp 5.550.000. Mekanisme ini berlaku sama, baik menggunakan QRIS, kartu debit, atau metode pembayaran lainnya.
Implikasi PPN pada QRIS
Kebijakan ini tidak menambah beban langsung pada konsumen yang bertransaksi menggunakan QRIS. Penyesuaian pajak terutama berlaku pada penyelenggara layanan sistem pembayaran. Pemerintah menilai bahwa dampak kenaikan ini pada harga barang dan jasa relatif kecil.
Mengapa PPN Naik Menjadi 12%?
Kenaikan PPN menjadi 12% bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara guna mendukung pembangunan nasional. Meski demikian, pemerintah memastikan bahwa kebijakan ini telah dirancang agar dampaknya tetap terkendali, khususnya pada daya beli masyarakat. (*)