Lembaga AS Tuding Perusahaan China Kuasai 75 Persen Kapasitas Pemurnian Nikel Indonesia

Jumat 07 Feb 2025 - 16:24 WIB
Reporter : Edi Prasetya
Editor : Edi Prasetya

Radarlambar.bacakoran.co- Sebuah laporan dari C4ADS, sebuah lembaga nirlaba yang berbasis di Washington, Amerika Serikat, mengungkapkan bahwa perusahaan-perusahaan China kini menguasai sekitar 75 persen kapasitas pemurnian nikel di Indonesia.

Laporan tersebut memperlihatkan bahwa pengaruh kuat China dalam industri nikel Indonesia dapat menimbulkan kekhawatiran terkait pengendalian rantai pasokan dan dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan.

Dalam laporannya, C4ADS menyebutkan bahwa kapasitas pemurnian nikel Indonesia saat ini mencapai 8 juta metrik ton, yang didistribusikan di 33 perusahaan.

Namun, penelusuran lebih lanjut menunjukkan bahwa meskipun ada banyak perusahaan yang terlibat, kontrol akhirnya berada di tangan perusahaan-perusahaan asal China. C4ADS mencatat bahwa pada tahun 2023, perusahaan-perusahaan China menguasai sekitar tiga perempat dari kapasitas pemurnian nikel Indonesia.

Laporan tersebut mengingatkan bahwa Indonesia berusaha menggunakan industri nikel sebagai sarana untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, namun kekuatan pengaruh asing, terutama dari perusahaan-perusahaan China, dapat membatasi kemampuan Indonesia untuk mengendalikan dan mengelola industri ini demi keuntungan nasional.

Dua perusahaan China yang disebutkan dalam laporan C4ADS adalah Tsingshan Holding Group dan Jiangsu Delong Nickel Industry Co. Ltd. Kedua perusahaan ini tercatat sebagai investor utama ketika Indonesia mulai mendorong pengolahan bijih nikel di dalam negeri.

Penguasaan kapasitas pemurnian nikel oleh perusahaan-perusahaan China ini bisa memberikan keuntungan signifikan bagi mereka, sementara bagi produsen mobil listrik di AS dan Eropa, hal ini dapat menjadi hambatan.

Laporan tersebut juga menggambarkan bagaimana kekhawatiran di kalangan pemain-pemain industri di AS dan Eropa, yang merasa tertekan dalam persaingan pasar kendaraan listrik global.

Ketegangan perdagangan dengan China, yang semakin ketat, terutama setelah pemerintahan Presiden Donald Trump, turut memperburuk situasi ini, dan semakin mempersulit produsen mobil listrik Barat untuk bersaing dengan dominasi perusahaan China dalam industri nikel.(*)

Kategori :