Jaksa Agung: Korupsi Pertamina, BBM Kini Sudah Sesuai Spek

Kamis 06 Mar 2025 - 19:43 WIB
Reporter : Edi Prasetya

Radarlambar.bacakoran.co- Kejaksaan Agung mengungkap skandal besar dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina yang berlangsung pada periode 2018 hingga 2023. Kasus ini menjadi salah satu praktik korupsi terbesar dalam sejarah sektor energi Indonesia, dengan total kerugian negara mencapai Rp193,7 triliun.

Investigasi mengungkap adanya pelanggaran dalam berbagai aspek tata kelola, mulai dari ekspor minyak mentah hingga impor bahan bakar minyak (BBM) melalui perantara yang tidak sah. Modus operandi yang digunakan melibatkan manipulasi harga, penggunaan broker fiktif, hingga rekayasa laporan keuangan yang mengakibatkan pembengkakan biaya impor dan subsidi BBM.

Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka, termasuk enam pegawai Pertamina dan tiga pihak swasta. Salah satu tersangka yang menarik perhatian publik adalah Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan. Perannya dalam kasus ini sedang didalami, termasuk keterlibatan pihak-pihak lain yang memungkinkan praktik korupsi ini berlangsung selama bertahun-tahun tanpa terdeteksi.

Dari total kerugian negara, rincian terbesar berasal dari pemberian kompensasi BBM pada 2023 yang mencapai Rp126 triliun. Selain itu, ekspor minyak mentah yang diduga tidak sesuai aturan mengakibatkan kerugian sekitar Rp35 triliun, sementara impor minyak mentah melalui mekanisme perantara mencatatkan kerugian Rp2,7 triliun. Tak hanya itu, impor BBM yang juga melibatkan broker mengakibatkan kerugian tambahan sebesar Rp9 triliun. Pemberian subsidi BBM pada 2023 turut menambah beban negara hingga Rp21 triliun.

Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin menegaskan bahwa BBM yang saat ini beredar di pasaran sudah sesuai dengan spesifikasi yang berlaku. Ia memastikan bahwa produk BBM yang dipasarkan sejak 2024 telah melalui standar pengawasan yang ketat, sehingga masyarakat tidak perlu khawatir dalam penggunaannya.

Pakar energi dari Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi, menilai kasus ini mencerminkan lemahnya sistem pengawasan dalam tata kelola minyak dan gas di Indonesia. Ia menekankan perlunya reformasi mendalam dalam manajemen energi nasional agar skandal serupa tidak terulang di masa mendatang.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira, menambahkan bahwa dampak dari kasus ini tidak hanya terbatas pada kerugian negara, tetapi juga berpotensi memengaruhi stabilitas harga energi dan kebijakan subsidi di masa depan. 

Ia menilai pemerintah perlu meningkatkan transparansi dan efektivitas pengelolaan BBM guna mencegah praktik korupsi yang merugikan keuangan negara.

Dengan skandal yang mencuat ini, pertanyaan besar muncul: seberapa dalam akar permasalahan di sektor energi Indonesia? Dan apakah langkah hukum yang diambil benar-benar cukup untuk mencegah praktik serupa di masa depan? *

Kategori :