Radarlambar.Bacakoran.co - Indeks Massa Tubuh (IMT) atau Body Mass Index (BMI) sering dijadikan acuan untuk menilai apakah seseorang memiliki postur tubuh yang ideal. Pengukuran ini dilakukan dengan rumus berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan (m) kuadrat. Rentang BMI yang ideal biasanya antara 18,5 hingga 24,9. Jika hasil perhitungan BMI kurang dari 18,5, seseorang dianggap terlalu kurus, sementara jika melebihi 24,9, maka seseorang dikategorikan overweight (kelebihan berat badan) hingga obesitas.
Menurut klasifikasi dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), BMI dibagi menjadi beberapa kategori:
BMI < 18,5: Underweight (kurus)
BMI 18,5–24,9: Normal (ideal)
BMI 25,0–29,9: Pre-obesity (pra-obesitas)
BMI 30,0–34,9: Obesity class I (obesitas kelas I)
BMI 35,0–39,9: Obesity class II (obesitas kelas II)
BMI ≥ 40: Obesity class III (obesitas kelas III)
Namun, perhitungan BMI saja tidak cukup untuk menentukan apakah seseorang benar-benar mengalami obesitas. Perlu adanya kombinasi dengan pengukuran lingkar perut untuk menilai kondisi obesitas yang lebih akurat.
Peran Lingkar Perut dalam Penilaian Obesitas
Seseorang dengan BMI 24,7 mungkin tidak terlihat mengalami obesitas jika hanya dilihat dari posturnya. Misalnya, orang tersebut memiliki tubuh dengan wajah, tangan, paha, bokong, dan kaki yang kecil, namun dengan perut yang membuncit. Dalam hal ini, pengukuran lingkar perut sangat penting. Lingkar perut yang besar dapat menandakan adanya obesitas sentral, yang berisiko tinggi untuk mengganggu kesehatan, terutama terkait dengan penyakit jantung, stroke, dan diabetes.
Menurut Kementerian Kesehatan Indonesia, ukuran lingkar perut pria dewasa normalnya tidak boleh melebihi 90 cm, sedangkan pada wanita tidak boleh lebih dari 80 cm. Seseorang dengan lingkar perut lebih besar dari ukuran normal ini dapat dianggap mengalami obesitas sentral. Obesitas jenis ini dapat berdampak serius pada kesehatan, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya.