WAYTENONG – Semangat kebersamaan dan pelestarian seni budaya lokal kembali terlihat jelas dalam acara Halal Bihalal yang digelar oleh kelompok seni budaya Kuda Lumping Turunggo Rukun Bodoyo (TRB) Kecamatan Waytenong, Kabupaten Lampung Barat.
Acara yang berlangsung pada Selasa, 8 April 2025, di Pemangku Argosari, Tegajul, Pekon Padangtambak ini turut mengundang perhatian masyarakat, dengan hadirnya berbagai kelompok seni budaya Kuda Lumping dari berbagai daerah, seperti Way Kanan, Pringsewu, Liwa, dan Sekincau.
Acara ini berlangsung dengan penuh keceriaan setelah umat Islam menjalani ibadah puasa selama satu bulan penuh. Idul Fitri menjadi momentum bagi TRB untuk mempererat silaturahmi antar sesama anggota dan pecinta seni budaya, serta mengharapkan agar Kuda Lumping tersebut semakin sukses dan menjadi idola masyarakat Waytenong, khususnya Kabupaten Lampung Barat.
Seni budaya Kuda Lumping, yang dikenal dengan berbagai atraksi khas seperti permainan dengan kuda-kudaan dan aksi-aksi penuh keberanian, telah lama menjadi bagian dari warisan budaya di Indonesia, termasuk di Lampung Barat. TRB, yang dibentuk sekitar satu setengah tahun lalu, meskipun bermodal 0 dan tanpa bantuan dari pemerintah maupun pihak luar, tetap berkomitmen untuk melestarikan budaya lokal yang kini mulai tergerus oleh perkembangan zaman.
“Walaupun tanpa bantuan dari pihak manapun, kami tetap semangat dan berusaha keras agar seni budaya ini tetap hidup dan lestari. Kuda Lumping TRB ini bukan hanya sekadar seni, tetapi juga menjadi identitas bagi masyarakat di sini,” ujar Kodri, penggerak seni budaya Kuda Lumping TRB.
Anggota Kuda Lumping TRB berasal dari berbagai suku, seperti Jawa, Bali, Semendo, dan Sunda, yang membuktikan bahwa seni budaya ini mampu menyatukan beragam latar belakang dan menjalin kebersamaan di tengah masyarakat yang majemuk.
Kodri menegaskan bahwa meskipun tantangan untuk mempertahankan tradisi ini cukup besar di tengah arus modernisasi, mereka akan tetap berjuang.
"Kami ingin Kuda Lumping TRB ini bukan hanya dikenal sebagai seni tradisional, tetapi juga sebagai sarana untuk membangkitkan semangat cinta budaya dalam diri generasi muda. Melalui acara-acara seperti ini, kami harap semakin banyak yang tertarik dan terinspirasi untuk melestarikan seni budaya lokal," sebut Kodri.
Dengan semangat yang tak pernah pudar, Kuda Lumping TRB terus berkomitmen untuk menjaga tradisi seni budaya ini agar tetap hidup dan relevan bagi masyarakat, serta memberikan hiburan yang penuh makna bagi setiap penonton yang hadir.
Iman Setiadi, sebagai pimpinan kelompok, mengungkapkan pentingnya menjaga semangat persatuan ini dalam setiap kegiatan TRB.
“Kami ingin agar seni budaya ini bisa terus berkembang dan melibatkan lebih banyak orang. Terlebih lagi, kami berharap bisa terus memotivasi masyarakat untuk lebih mencintai budaya lokal mereka. Kuda Lumping TRB adalah tempat bagi kami semua untuk berkarya bersama,” jelas Iman.
Sebelum acara utama dimulai, TRB melaksanakan berbagai ritual sebagai bentuk penghormatan kepada Sang Pencipta, Allah SWT, dan juga kepada leluhur serta Puyang yang dipercaya sebagai penunggu tanah Tanjungan Argosari, Tegajul.
Ritual ini melibatkan pembacaan Fatihah untuk Nabi Muhammad SAW, sahabat-sahabatnya, serta wali-wali, sebagai simbol rasa syukur dan permohonan keberkahan bagi acara dan keselamatan seluruh peserta.
Salah satu atraksi yang paling dinanti oleh penonton adalah kepangan, sebuah permainan wayang khas TRB yang melibatkan sejumlah wayang dan celeng serenggi.
Dalam ritual ini, para pawang melakukan serangkaian prosesi yang mencakup penaburan beras kuning, yang kemudian mengarah pada fenomena unik di mana seluruh anak wayang mendadak mabuk dan melakukan aksi yang menghibur penonton.