Radarlambar.bacakoran.co - Bank Dunia melakukan pemangkasan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025 menjadi 4,7 persen yakni lebih rendah dari prediksi sebelumnya yang berada pada angka 5 persen. Penyesuaian ini dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian dalam kebijakan perdagangan global serta penurunan harga komoditas yang berdampak langsung terhadap daya saing ekspor dan kepercayaan investor.
Laporan yang bertajuk Macro Poverty Outlook edisi April 2025 mencatatkan bahwa rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia diperkirakan hanya akan mencapai 4,8 persen hingga tahun 2027. Penurunan ini mencerminkan perlambatan sektor eksternal, khususnya akibat lesunya permintaan global dan turunnya harga ekspor unggulan seperti batu bara dan kelapa sawit.
Meski demikian, perekonomian nasional tetap menunjukkan ketahanan berkat konsumsi domestik yang kuat serta meningkatnya belanja pemerintah, terutama pada periode pemilu. Namun, kontribusi ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi semakin terbatas. Beberapa sektor ekspor, seperti industri tekstil, mencatat perlambatan tajam hingga memicu kenaikan pemutusan hubungan kerja sebesar 20,2 persen.
Di sisi lain, tekanan inflasi berhasil dikendalikan. Perbaikan produksi pertanian serta intervensi fiskal melalui stabilisasi harga pangan dan energi membantu menurunkan rata-rata inflasi tahunan menjadi 2,3 persen pada 2024. Bahkan pada bulan Maret 2025 ini inflasi tercatat hanya 1 persen seiring dengan berlakunya subsidi listrik sementara.
Namun, dalam aspek fiskal, tantangan tetap besar. Bank Dunia mencatatkan bahwa rasio pendapatan pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) di tahun 2024 ini hanya mencapai 12,7 persen, sehingga menjadikannya salah satu yang terendah di antara negara-negara berpenghasilan menengah. Sementara itu, defisit fiskal diproyeksikan meningkat menjadi 2,7 persen dari PDB pada 2025, mempersempit ruang fiskal untuk belanja prioritas.
Di ranah eksternal, defisit transaksi berjalan Indonesia melebar dari 0,6 persen PDB pada 2024 dan diprediksi akan terus meningkat hingga mencapai 1,7 persen pada 2027. Tekanan terhadap nilai tukar juga terjadi, dengan depresiasi rupiah sebesar 2,3 persen hingga Maret 2025. Tekanan ini sebagian besar disebabkan oleh kewajiban pembayaran utang luar negeri dan aliran keluar dividen dari investor asing.
Bank Dunia menilai bahwa untuk menjaga momentum pertumbuhan jangka panjang dan mencapai status negara berpenghasilan tinggi pada 2045, Indonesia perlu mempercepat reformasi struktural. Perbaikan yang dibutuhkan mencakup pendalaman sektor keuangan, penguatan iklim investasi, dan penataan kembali kebijakan perdagangan.
Lembaga tersebut juga menyoroti bahwa risiko terhadap pertumbuhan ekonomi cenderung mengarah ke bawah. Ketidakpastian global dan tantangan domestik yang belum sepenuhnya terselesaikan berpotensi menghambat laju pertumbuhan dalam beberapa tahun ke depan.
Sementara itu, Dana Moneter Internasional (IMF) juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 4,7 persen untuk 2025, dengan prediksi stagnan pada angka yang sama hingga 2026. Dalam laporan World Economic Outlook edisi April 2025, IMF sebelumnya sempat memperkirakan angka pertumbuhan sebesar 5,1 persen pada tahun ini dan tahun depan, sebelum melakukan koreksi.(*/edi)