Radarlambar.bacakoran.co - Musim kemarau 2025 membawa suhu yang cukup ekstrem ke berbagai wilayah Indonesia. Salah satu daerah yang mencatatkan suhu tertinggi adalah Tanah Merah, Papua Selatan. Pada 21 April 2025, wilayah ini mencatat suhu maksimum mencapai 37 derajat Celsius—angka yang tergolong luar biasa dalam konteks iklim tropis Indonesia.
Fenomena suhu tinggi ini dipicu oleh sejumlah faktor. Saat kejadian, kondisi langit di Tanah Merah sangat cerah, hampir tanpa awan, memungkinkan radiasi matahari mencapai permukaan tanah secara maksimal. Selain itu, karakteristik tanah di wilayah tersebut cenderung cepat menyerap panas dan melepaskannya ke udara, mempercepat peningkatan suhu di permukaan. Minimnya pergerakan angin juga memperburuk akumulasi panas yang terjadi.
Kendati suhu mencapai puncaknya pada pertengahan April, kondisi ini tidak berlangsung lama. Dalam beberapa hari setelahnya, suhu mulai menunjukkan tren penurunan. Data dari BMKG menunjukkan suhu di Tanah Merah sempat turun ke angka 33,2 derajat Celsius pada akhir April dan bergerak di kisaran 33,4 hingga 35,5 derajat Celsius di hari-hari berikutnya.
Menurut analisis BMKG terhadap data suhu maksimum harian dari tahun 2024 hingga awal 2025, suhu antara 35 hingga 36 derajat Celsius masih tergolong normal, khususnya pada masa transisi musim. Di bulan Maret hingga Mei dan September hingga November, posisi semu Matahari berada lebih dekat ke garis ekuator, meningkatkan intensitas penyinaran secara langsung ke wilayah Indonesia.
Kondisi cuaca cerah yang dominan di siang hari pada masa ini turut memperkuat efek panas. Fenomena ini menyebabkan suhu maksimum harian meningkat, namun masih dalam batas yang lazim jika dibandingkan catatan historis BMKG.
Saat ini, sebagian besar wilayah Indonesia memang sedang berada dalam fase peralihan dari musim hujan ke musim kemarau. Cuaca panas yang menyengat biasanya muncul dari pagi hingga siang hari, diikuti potensi hujan lokal pada sore atau malam hari. Posisi semu Matahari yang kini berada di sekitar 11,2 derajat lintang utara juga berkontribusi terhadap optimalnya penyinaran di wilayah Indonesia. Matahari diperkirakan akan terus bergeser ke utara dan mencapai titik balik pada akhir Juni, yang kemungkinan akan menandai meredanya suhu ekstrem yang dirasakan masyarakat saat ini.
BMKG sendiri memantau suhu dan kondisi cuaca melalui jaringan stasiun pengamatan yang tersebar di seluruh Indonesia. Teknologi pemantauan mencakup alat otomatis, radar cuaca, hingga data satelit. Meski distribusi alat belum sepenuhnya merata, akurasi tetap dijaga dengan pemodelan cuaca numerik serta kemampuan analisis para prakirawan cuaca.
Dengan kombinasi pemantauan canggih dan interpretasi pakar, informasi yang disajikan BMKG tetap menjadi sumber utama dalam memahami dinamika cuaca ekstrem di Indonesia, termasuk peristiwa suhu tinggi yang terjadi di Tanah Merah baru-baru ini. (*/rinto)