Radarlambar.Bacakoran.co - Di balik sebuah sajian kuliner tradisional, kerap tersimpan cerita panjang mengenai budaya, sejarah, dan nilai-nilai kehidupan masyarakat yang melahirkannya. Salah satu contohnya adalah bebek songkem, hidangan khas dari Pulau Madura, Jawa Timur.
Lebih dari sekadar menu penggugah selera, bebek songkem menyimpan nilai simbolis yang tinggi sebagai wujud penghormatan, bentuk syukur, serta bagian dari warisan budaya yang kaya makna.
Salah satu yang paling dikenal adalah bebek goreng Madura, yang kerap digemari karena cita rasanya yang kuat dan bumbunya yang meresap. Sajian ini umumnya hadir dalam paduan rasa gurih dan pedas, disajikan bersama lalapan serta sambal yang menyegarkan. Namun di balik popu-laritas bebek goreng tersebut, ada satu varian kuliner Madura yang tak ka-lah menarik: bebek songkem.
Dibandingkan dengan bebek goreng yang cenderung tinggi kandungan minyak, bebek songkem menawarkan pendekatan yang lebih sehat. Pros-es pengolahan bebek ini dilakukan dengan cara dikukus, bukan digoreng.
Teknik ini menghasilkan daging yang empuk, kaya rasa, dan jauh lebih rendah kolesterol. Namun, keistimewaan bebek songkem tidak berhenti pada cita rasa dan teknik memasaknya saja. Ada nilai-nilai luhur yang terkandung dalam penyajiannya, menjadikannya lebih dari sekadar ma-kanan biasa. Nama "songkem" sendiri berasal dari kata sungkem, yakni tradisi memberi hormat kepada orang tua atau tokoh yang dihormati.
Sajian ini kerap disuguhkan dengan posisi kepala dan leher bebek menunduk, menyerupai gerakan orang yang sedang bersungkem sebuah bentuk penghormatan dalam budaya Jawa dan Madura. Dalam tradisi masyarakat Madura, bebek songkem awalnya merupakan bagian dari ke-biasaan masyarakat saat bersilaturahmi ke rumah para kiai atau guru mengaji.
Mereka datang dengan membawa sajian bebek sebagai tanda terima kasih atas ilmu yang telah diberikan. Di berbagai desa di Madura, peran kiai sangat sentral—tidak hanya sebagai tokoh agama, tetapi juga sebagai pendidik dan pembimbing moral bagi generasi muda. Oleh karena itu, bebek songkem menjadi simbol rasa syukur dan penghormatan kepada para kiai yang telah mendedikasikan hidupnya demi kemajuan spiritual masyarakat.
Disajikan dengan nasi putih hangat, sambal, dan lalapan segar, bebek songkem menghadirkan pengalaman bersantap yang tak hanya menggug-ah lidah, tapi juga menyentuh nilai-nilai kebudayaan yang dalam.
Kini, bebek songkem telah menjadi salah satu ikon kuliner khas Madura yang mulai dikenal luas di luar daerah asalnya. Meski banyak rumah makan yang mulai menghadirkan hidangan ini, menyantapnya langsung di Madura tentu memberikan nuansa yang berbeda. Sentuhan lokal, sua-sana desa, dan kisah di balik lahirnya hidangan ini akan memperkaya pengalaman kuliner siapa saja yang mencicipinya.
Dalam konteks pelestarian budaya, keberadaan bebek songkem menjadi bukti bahwa kuliner bukan hanya tentang rasa, tetapi juga tentang identi-tas, sejarah, dan kearifan lokal. Hidangan ini mengajarkan kita bahwa makanan bisa menjadi media untuk menyampaikan nilai-nilai luhur sep-erti rasa hormat, kesetiaan, dan penghargaan terhadap jasa orang lain.
Di tengah arus modernisasi dan perkembangan tren makanan global, be-bek songkem tetap mempertahankan orisinalitasnya. Ia hadir sebagai pengingat bahwa kearifan lokal tak pernah kehilangan tempatnya dalam kehidupan masyarakat. Justru, di era serba cepat seperti sekarang, sajian seperti bebek songkem menjadi oase yang menghubungkan kita dengan akar budaya dan nilai-nilai kemanusiaan yang esensial.
Maka, apabila Anda berkunjung ke Madura, sempatkanlah untuk menci-cipi bebek songkem hidangan yang bukan hanya nikmat di lidah, tetapi juga kaya makna. Sajian ini tak sekadar menyatukan bumbu dan daging, melainkan juga menyatukan masa lalu dan masa kini, rasa dan nilai, serta kuliner dan budaya. Dalam setiap suapan, tersimpan penghormatan kepa-da leluhur dan cermin kearifan lokal yang patut terus dikenang.(yayan/*)