Radarlambar.bacakoran.co -Di tengah penderitaan yang terus melanda warga Palestina di Jalur Gaza, Israel kembali meningkatkan intensitas militernya dengan meluncurkan operasi baru pada Sabtu, 17 Mei 2025. Operasi yang diberi nama Kereta Tempur Gideon ini merupakan kelanjutan dari serangan udara besar-besaran yang dilakukan sehari sebelumnya, yang menewaskan lebih dari seratus warga sipil menurut otoritas setempat di Gaza.
Pihak militer Israel menyatakan bahwa aksi tersebut merupakan bagian dari strategi yang lebih luas untuk memperluas kontrol operasional di seluruh Gaza. Tujuannya adalah untuk mengeliminasi kekuatan Hamas dan membebaskan warga Israel yang diduga ditawan oleh kelompok tersebut. Serangan ini merupakan lanjutan dari serangan pada 18 Maret lalu, hanya dua bulan setelah kesepakatan gencatan senjata sempat dicapai antara kedua belah pihak.
Selama 24 jam, militer Israel menggempur lebih dari 150 titik di berbagai wilayah Gaza, menyebabkan kerusakan besar dan menambah daftar panjang korban jiwa. Situasi ini memperparah kondisi kemanusiaan di wilayah yang telah lama diblokade itu.
Blokade yang masih diberlakukan Israel menghambat masuknya bantuan penting ke Gaza, termasuk makanan, air bersih, bahan bakar, dan obat-obatan. Akibatnya, warga Gaza kini hidup dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Beberapa organisasi kemanusiaan internasional menyebut situasi ini sebagai salah satu krisis terburuk yang pernah terjadi dalam dekade terakhir.
Komunitas internasional mulai angkat suara. Berbagai negara dan lembaga menyerukan agar Israel menghentikan blokade dan memberikan akses kemanusiaan. Namun, pemerintahan Israel di bawah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tetap melanjutkan kebijakan militernya, tanpa mengindahkan desakan global.
Kekhawatiran semakin besar setelah muncul tudingan dari pejabat tinggi hak asasi manusia PBB yang menyatakan bahwa tindakan Israel bisa dikategorikan sebagai bentuk genosida. Penolakan terhadap bantuan kemanusiaan, serta serangan-serangan yang terus dilakukan, dianggap sebagai indikasi adanya upaya sistematis untuk mengubah komposisi demografis Gaza—sebuah pelanggaran serius terhadap hukum internasional.
Di tengah situasi ini, laporan terus berdatangan mengenai anak-anak dan bayi yang meninggal akibat kekurangan gizi dan akses kesehatan. Sejumlah kasus kematian anak karena kelaparan dan infeksi yang bisa dicegah menunjukkan dampak nyata dari krisis yang terus memburuk. (*)
Kategori :