Radarlambar.Bacakoran.co - Dibalik aroma sedap nasi hangat yang berpadu dengan gurihnya oncom dan pedas segarnya sambal goang, ter-simpan kisah kuliner rakyat yang lahir dari masa sulit dan kini menjadi sajian kebanggaan. Nasi tutug oncom, atau yang sering disebut nasi T.O., merupakan salah satu sajian khas dari tanah Sunda, tepatnya dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Kuliner ini bukan hanya memanjakan lidah, tetapi juga membawa warisan sejarah dan budaya masyarakat setempat.
Dengan kontur perbukitan yang jumlahnya mencapai ribuan, wilayah ini kerap disebut sebagai “Mutiara dari Priangan Timur”. Bahkan, karena kemiripan lanskapnya dengan Delhi di India, Tasikmalaya mendapat julukan Delhi van Java. Tak hanya keindahan geografis, daerah ini juga memiliki kekayaan dalam sektor kerajinan seperti payung tradisional dan sandal geulis, serta tentu saja, kuliner lokalnya yang menggoda.
Dari Makanan Rakyat Menjadi Sajian Favorit
Tutug oncom memiliki sejarah panjang yang tak lepas dari situasi ekonomi masyarakat pada masa lalu. Sekitar tahun 1940-an, ketika kon-disi ekonomi sangat sulit dan harga beras tidak terjangkau bagi sebagian besar masyarakat, muncullah ide mencampur nasi dengan bahan murah meriah namun bergizi: oncom.
Oncom ditumbuk kasar, dijemur, kemudian dicampur dengan bumbu seperti bawang merah, bawang putih, kencur, serta sedikit gula dan garam. Setelah itu, oncom dimasak atau dibakar, lalu ditumbuk kembali hingga lebih halus dan dicampur dengan nasi hangat.
Yang membuat nasi tutug oncom istimewa adalah sentuhan bumbu khas Sunda, terutama kencur yang memberikan aroma dan rasa kuat, menjadi-kan sajian ini terasa segar dan gurih. Biasanya, nasi T.O. disajikan dengan pelengkap seperti ayam goreng, tahu dan tempe, ikan asin, telur dadar, serta lalapan segar. Tak ketinggalan, sambal goang dari cabai rawit hijau dan taburan bawang goreng memperkuat cita rasa keseluruhan.
Oncom: Bahan Sederhana Kaya Nutrisi
Walaupun berasal dari limbah pengolahan tahu atau kacang tanah, oncom bukanlah bahan sembarangan. Ia mengandung karbohidrat, protein, dan serat yang cukup tinggi. Berdasarkan penelitian dalam jurnal ilmiah tahun 2016 oleh Sri Mulyani dan Restu Widyana Wisma, oncom merah hanya bisa bertahan satu hingga dua hari dalam suhu ruang. Maka dari itu, tutug oncom paling nikmat disantap saat masih hangat dan segar.
Keberhasilan oncom menjadi bagian dari kuliner modern menunjukkan bahwa bahan sederhana bisa menjadi sajian istimewa jika diolah dengan cermat dan penuh kreativitas. Kini, tutug oncom tak lagi sekadar ma-kanan rumahan, tetapi juga hadir di restoran-restoran Sunda dengan pen-yajian yang lebih menarik dan harga yang lebih tinggi. Namun esensi kelezatannya tetap tak berubah.
Simbol Perjalanan Sosial dan Budaya
Transformasi tutug oncom dari “nasi rakyat” menjadi “menu andalan” merepresentasikan perjalanan sosial masyarakat Sunda. Dulu dianggap sebagai makanan darurat, kini nasi T.O. menjadi identitas kuliner yang dibanggakan. Rasanya yang khas dan proses pengolahannya yang unik membuatnya bertahan dari gempuran makanan modern dan cepat saji.
Lebih dari sekadar makanan, tutug oncom adalah simbol ketahanan dan kecerdikan masyarakat dalam menghadapi keterbatasan. Kuliner ini juga menjadi pengingat bahwa dalam kesederhanaan bisa tumbuh sesuatu yang bernilai tinggi, baik secara gizi maupun budaya.
Menikmati Lezatnya di Tanah Asal
Bagi para pecinta kuliner yang ingin menikmati tutug oncom dengan sen-sasi lebih otentik, mencicipinya langsung di Tasikmalaya tentu menjadi pengalaman yang berkesan. Di sana, Anda tak hanya mencicipi kelezatannya, tetapi juga bisa menyaksikan keindahan perbukitan yang mengelilingi kota ini, membuat suasana makan menjadi lebih menyatu dengan alam.
Di tengah dunia yang semakin modern dan serba cepat, kuliner seperti tu-tug oncom menjadi oase yang mengingatkan kita akan akar tradisi dan pentingnya mempertahankan budaya lokal.(yayan/*)