Rawon: Sup Hitam Bersejarah yang Mendunia

Rawon jadi salah satu sajian khas bersejarah di Jawa. -Foto _ Net.-
Radarlambar.Bacakoran.co - Dari sekian banyak kuliner tradisional yang tersebar di penjuru Nusantara, rawon menjadi salah satu sajian khas yang menawarkan cita rasa otentik sekaligus memiliki nilai sejarah yang mendalam. Sup berwarna hitam pekat ini bukan hanya mengundang selera, tetapi juga mengisahkan jejak panjang peradaban kuliner Jawa yang telah bertahan lintas zaman.
Rawon dikenal sebagai sup daging sapi dengan kuah berwarna hitam, dihasilkan dari perpaduan rempah pilihan dan bahan khas bernama keluak. Umumnya, bagian daging yang digunakan adalah sandung lamur yang empuk, disajikan bersama pelengkap berupa kecambah pendek, kerupuk udang, telur asin, sambal pedas, dan seporsi nasi hangat. Bersama rempah-rempah lain seperti bawang merah, bawang putih, lengkuas, serai, ketumbar, dan cabai, keluak menjadi inti rasa yang membentuk identitas kuliner rawon.
Namun, pesona rawon tidak hanya terletak pada rasanya yang kompleks. Lebih dari itu, rawon juga menyimpan nilai historis yang menjadikannya sebagai bagian dari warisan budaya. Meskipun bukti tertulis mengenai asal-usul rawon masih terbatas, beberapa naskah sastra Jawa mencatat keberadaan masakan serupa sejak berabad-abad lalu. Salah satunya adalah Serat Centhini, karya sastra klasik yang ditulis pada awal abad ke-19, yang memuat catatan tentang penggunaan keluak dalam masakan berkuah.
Selain dalam karya sastra, informasi mengenai eksistensi rawon juga ditemukan dalam prasasti-prasasti kuno. Salah satu catatan penting berasal dari Prasasti Taji yang diperkirakan berasal dari abad ke-10 Masehi. Dalam prasasti tersebut, terdapat rujukan pada sajian berkuah hitam dengan campuran rempah dan keluak, yang secara karakteristik mirip dengan rawon yang kita kenal saat ini.
Tak hanya itu, pada era kerajaan, rawon juga tercatat dalam manuskrip kuliner yang disimpan oleh kalangan bangsawan. Sebuah buku resep yang diterbitkan pada awal abad ke-20 oleh kalangan istana Surakarta, memuat berbagai macam masakan tradisional, termasuk rawon.
Dalam buku tersebut, rawon digolongkan sebagai salah satu masakan khas Jawa yang memiliki teknik dan bahan yang berbeda dari masakan lain, menandakan kedudukannya yang cukup istimewa.
Rawon memang identik dengan daerah Jawa Timur, tetapi penyebarannya juga meluas hingga ke daerah sekitar seperti Surakarta dan Yogyakarta. Setiap wilayah memiliki ciri khas tersendiri dalam mengolah rawon, baik dari segi komposisi bumbu, teknik memasak, hingga pilihan bahan pelengkap.
Seiring berkembangnya dunia kuliner dan meningkatnya minat masyarakat terhadap makanan tradisional, rawon kini menjadi lebih mudah ditemukan, baik di warung sederhana maupun restoran kelas atas. Meski begitu, esensi dari rawon tetap dijaga melalui penggunaan bumbu-bumbu asli dan teknik pengolahan yang sesuai dengan resep turun-temurun. Di tengah arus globalisasi, rawon hadir sebagai simbol kekayaan budaya yang tetap bertahan.
Selain menjadi ikon kuliner daerah, rawon juga menyimpan potensi besar dalam pengembangan pariwisata berbasis kuliner. Dengan promosi yang tepat, rawon dapat memperkuat identitas gastronomi nasional dan menarik minat wisatawan domestik maupun mancanegara. Upaya pelestarian makanan tradisional seperti rawon tidak hanya menjaga warisan leluhur, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat lokal.
Rawon bukan sekadar makanan. Ia adalah bagian dari narasi panjang kebudayaan Jawa yang terus hidup melalui rasa, aroma, dan sejarah yang terkandung dalam setiap mangkuknya. Keberadaan rawon hingga hari ini merupakan bukti bahwa kuliner bukan hanya soal kelezatan, tetapi juga tentang identitas, tradisi, dan warisan yang patut dibanggakan.(yayan/*)