Radarlambar.bacakoran.co - Rencana pemerintah untuk menghadirkan rumah subsidi berukuran minimal 18 meter persegi masih menjadi wacana yang belum mengerucut pada keputusan final. Kajian terhadap ukuran rumah subsidi ultra-mungil itu masih berlangsung dan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk kementerian terkait dan sektor perbankan.
Ketua Satgas Perumahan Hashim Djojohadikusumo menyampaikan bahwa hingga kini belum ada keputusan final terkait pengurangan ukuran rumah subsidi. Peninjauan lebih lanjut sedang dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), khususnya oleh tim di bawah Wakil Menteri PKP Fahri Hamzah. Informasi mengenai rencana tersebut juga disebut baru disampaikan kepada dirinya, sehingga keterlibatannya dalam kajian masih terbatas.
Pemerintah saat ini masih memprioritaskan pembangunan rumah subsidi dengan ukuran yang telah menjadi standar sebelumnya. Ukuran seperti 36 meter persegi hingga 40 meter persegi disebut menjadi acuan utama dalam proyek perumahan subsidi yang akan dikembangkan. Skema pembiayaan rumah-rumah ini pun harus mengacu pada standar yang telah ditetapkan oleh lembaga keuangan, seperti Bank Tabungan Negara (BTN), yang selama ini menjadi mitra utama dalam pembiayaan rumah subsidi.
Sebelumnya, Kementerian PKP menggandeng pihak swasta dalam pengembangan rumah ultra-kompak, salah satunya dengan menampilkan model rumah subsidi berukuran 14 meter persegi yang dikembangkan oleh Lippo Group. Gagasan ini muncul sebagai respons atas tingginya harga tanah di kawasan perkotaan yang menyulitkan masyarakat berpenghasilan rendah untuk memiliki rumah.
Model ini diklaim sebagai upaya pemerintah mengakomodasi kebutuhan generasi muda, termasuk kalangan milenial, yang lebih terbiasa dengan gaya hidup ringkas dan hemat ruang. Konsep hunian minimalis juga dinilai cocok dengan preferensi masyarakat urban saat ini, yang mulai terbiasa dengan hunian seperti hotel kapsul atau studio kecil di tengah kota.
Namun, gagasan rumah berukuran 14 hingga 18 meter persegi ini menuai pro dan kontra. Sejumlah kalangan mempertanyakan kelayakan ukuran tersebut sebagai tempat tinggal jangka panjang, terutama dari sisi kesehatan, kenyamanan, dan standar hidup layak.
Sementara itu, para pemangku kepentingan di sektor perumahan menekankan bahwa pengembangan rumah subsidi tidak hanya soal efisiensi lahan, tetapi juga harus memperhatikan kualitas hidup penghuni. Selain ketersediaan ruang yang cukup, akses terhadap fasilitas umum, sanitasi, dan lingkungan yang sehat menjadi bagian penting dalam standar rumah subsidi yang layak huni.
Untuk itu, pemerintah bersama lembaga keuangan dan pengembang akan terus melakukan kajian komprehensif terhadap kemungkinan implementasi model rumah super-mini ini. Seluruh keputusan akan disesuaikan dengan regulasi, daya beli masyarakat, serta prinsip keadilan sosial dalam pemenuhan kebutuhan papan. Dalam waktu dekat, hasil kajian tersebut akan menjadi acuan penting bagi perumusan kebijakan perumahan rakyat di tengah dinamika harga tanah dan kebutuhan hunian yang terus meningkat di kawasan perkotaan.(*/edi)