BELALAU - Kasus pembalakan liar alias illegal logging yang terjadi di Kawasan Hutan Lindung (HL) Register 43 B Krui Utara, wilayah Batu Balai, Pekon Bumiagung, Kecamatan Belalau Kabupaten Lampung Barat mendapat atensi dari Komisi III DPRD Lambar selaku wakil rakyat yang berwenang dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup.
Komisi III mendorong agar aparat penegak hukum (APH) tidak hanya fokus dalam mengungkap pelaku penebangan liar itu saja, melainkan juga dapat mengusut apabila timbul adanya dugaan-dugaan keterlibatan oknum ASN yang berwenang mengawasi hutan lindung tersebut. Demikian ditegaskan oleh Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sekaligus Sekretaris Komiisi III DPRD Lambar Nopiyadi S.I.P.
Ia menyebut maraknya kasus perambahan hutan di wilayah kecamatan Belalau itu tidak mungkin terjadi begitu saja.
Bahkan ia juga menilai tidak mungkin masyarakat memiliki keberanian untuk melakukan penebangan liar secara besar-besaran tanpa diketahui oleh oknum yang berwenang mengawasi kawasan hutan tersebut. “Logikanya begitu, tidak mungkin masyarakat seberani itu melakukan pelanggaran tanpa ada penunjuk jalan, apalagi itu hutan lindung. Bukan sekadar belukar. Dan resikonya juga fatal, bukan hanya berdampak pada keberlangsungan ekosistem lingkungan tapi juga menyangkut kehidupan manusia,” ungkap Anggota DPRD Daerah Pemilihan I yang meliputi wilayah Balikbukit, Sukau dan Lumbokseminung tersebut.
Apapun dalilnya, terus Nopiyadi, tidak dibenarkan adanya aktivitas penebangan pohon secara liar, meskipun lahan itu di imingi-imingi akan diajukan sebagai Hutan Kemasyarakatan (HKm), yang pada dasarnya tidak diperbolehkan membuka lahan baru.
“Kalau alasan mau diajukan jadi HKM, kan tidak boleh untuk membuka lahan baru. Lebih-lebih itu hutan inti, banyak pohon-pohon besar yang ditebangi. Bagaimana fungsi pengawasan dari Dinas Kehutanan Provinsi Lampung melalui petugas Polisi Kehutanan dan Kantor Pengelola Hutan Lindung (KPH 2 Liwa),” tanya Nopi.
Untuk itu, menyikapi kasus illegal logging yang saat ini sedang ditangani oleh aparat penegak hukum ini, pihaknya mendorong agar APH tidak hanya memeriksa masyarakat, akan tetapi juga dapat memeriksa para oknum ASN baik itu petugas Polhut atau pejabat terkait yang berwenang dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap hutan tersebut. “Jadi tidak boleh pandang bulu, jangan hanya masyarakat perambah saja yang nantinya kena, tapi kalaupun ada pejabat atau ASN yang diduga terlibat harus di usut, karena tidak mungkin masyarakat seberani itu," kata dia.
Terkait pemeriksaan terhadap ASN itu, kata Nopi, pihak yang berwenang adalah Inspektorat Provinsi. Sehingga pihaknya berharap segera ada proses pemeriksaan lebih lanjut untuk mengetahui apakah ada unsur kelalaian, pelanggaran disiplin atau etika dari pejabat ASN terkait, dan kalau pun terbukti harus diberikan sanksi tegas untuk memberikan efek jera.
Karena, menurutnya jika tidak ada sanksi tegas dari pihak Pemerintah Provinsi atau APH maka pihaknya khawatir kasus pembalakan liar akan semakin marak terjadi di Lampung Barat, sehingga dapat mengorbankan keberlangsungan hidup manusia. (*)