RADARLAMBARBACAKORAN.CO – Lebih dari tiga tahun sejak invasi dimulai, pasukan Rusia masih bergerak lambat dan kesulitan merebut wilayah baru di Ukraina. Meski sempat menguasai 20 persen wilayah sejak Februari 2022, kemajuan Moskwa dalam 20 bulan terakhir hanya sekitar satu persen.
Presiden Amerika Serikat Donald Trump menilai Ukraina mampu mendorong mundur pasukan Rusia dan berpotensi merebut kembali wilayah yang diduduki Kremlin. Namun sejumlah analis memperingatkan, operasi ofensif untuk membebaskan wilayah akan membutuhkan waktu panjang dan pengorbanan besar.
Analisis lembaga internasional seperti CSIS dan ISW menunjukkan Rusia mengalami kerugian besar, dengan korban jiwa diperkirakan mencapai satu juta orang, termasuk 250 ribu tentara tewas. Kerugian itu juga meliputi ribuan tank dan kendaraan lapis baja. Meski demikian, keuntungan tetap berpihak pada pasukan yang bertahan, sehingga Ukraina pun menghadapi tantangan besar untuk menembus pertahanan Rusia.
Keterbatasan personel, kehilangan puluhan ribu prajurit, serta minimnya kekuatan udara dan laut menjadi kendala utama bagi militer Kyiv. Walau begitu, analis menilai peluang Ukraina tetap terbuka jika didukung penuh oleh Amerika Serikat dan NATO melalui bantuan militer dan tekanan ekonomi terhadap Rusia.
Di sisi lain, jika Ukraina berhasil menekan pasukan Rusia, terdapat kekhawatiran Kremlin akan kembali mengancam penggunaan senjata nuklir untuk mencegah kekalahan telak. Ancaman tersebut pernah muncul pada 2022 saat Rusia terdesak di Crimea.
Pernyataan Trump yang menyebut Rusia sebagai “macan kertas” menuai reaksi dari Kremlin. Juru bicara Dmitry Peskov menolak anggapan itu dan menegaskan Rusia masih kokoh secara ekonomi serta akan terus melanjutkan invasi tanpa membuka ruang bagi gencatan senjata.