Kebijakan Benih Bening Lobster Beri Dampak Positif ke Nelayan
Benih Lobster Air laut. Foto tangkapan Layar Youtube Kementerian Kelautan dan Perikanan--
Radarlambar.bacakoran.co- Pusat Studi Komunikasi, Media, Budaya, dan Sistem Informasi (PSKMB) Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran (Fikom Unpad) baru-baru ini mengungkapkan hasil penelitian mengenai kebijakan Benih Bening Lobster (BBL) yang diterapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Penelitian yang dilakukan di tiga sentra penangkapan lobster di Indonesia ini menunjukkan hasil yang positif, dengan mayoritas nelayan mendukung kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan mereka sekaligus menjaga kelestarian lobster di perairan Indonesia.
Kebijakan BBL, yang diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 7 Tahun 2024 dan Keputusan Menteri No 24 Tahun 2024, mengatur tentang pengelolaan lobster, termasuk pengaturan harga, kuota tangkapan, serta kewajiban untuk mengembalikan 2% dari hasil tangkapan ke alam.
Penelitian ini dilakukan di tiga wilayah sentra penangkapan lobster, yaitu Kabupaten Pesisir Barat (Lampung), Kabupaten Sukabumi (Jawa Barat), dan Kabupaten Lombok Timur (NTB), yang melibatkan 400 responden nelayan.
Menurut tim peneliti yang dipimpin oleh Kunto Adi Wibowo, sekitar 87,6% responden memberikan dukungan terhadap kebijakan BBL. Para nelayan melihat kebijakan ini memberikan dampak positif, mulai dari peningkatan pendapatan mereka hingga kelestarian stok lobster yang terjaga di alam.
"Salah satu alasan utama dukungan ini adalah karena kebijakan BBL memfasilitasi ketersediaan lobster yang terus ada di alam, serta kemudahan untuk mendapatkan benih lobster yang berkualitas," kata Kunto dalam keterangannya
Selain itu, sebanyak 65% responden juga menyatakan bahwa kebijakan BBL turut berperan dalam menjaga kelestarian lobster di alam. Para nelayan pun menyadari pentingnya mematuhi aturan untuk mengembalikan 2% dari tangkapan mereka ke alam, serta menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan.
Namun, Kunto mengingatkan bahwa meski para nelayan mendukung kebijakan ini, masih terdapat kebutuhan untuk meningkatkan pengetahuan mereka mengenai implementasi kebijakan BBL. Oleh karena itu, dia mengusulkan agar Kementerian Kelautan dan Perikanan lebih aktif dalam melakukan penyuluhan langsung ke lapangan.
"Sebagian besar nelayan berada di wilayah terpencil, jauh dari akses informasi melalui media dan internet. Untuk itu, penyuluhan tatap muka menjadi cara terbaik untuk memastikan informasi sampai ke mereka dengan jelas dan tepat," tambahnya.
Kunto juga mengusulkan agar KKP bekerja sama dengan pemimpin lokal dan ketua kelompok nelayan dalam menyebarkan informasi terkait kebijakan ini. Mengingat durasi waktu yang panjang bagi nelayan saat menangkap lobster di laut, penting bagi mereka untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang kebijakan tersebut agar dapat diterapkan secara efektif.
Dengan dukungan kuat dari nelayan dan upaya penyuluhan yang lebih intensif, kebijakan BBL diharapkan tidak hanya dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan, tetapi juga melestarikan sumber daya lobster yang sangat penting bagi kelangsungan sektor perikanan Indonesia.(*)