Kenaikan UMP 6,5 Persen Dipertanyakan Pengusaha, Airlangga Angkat Bicara
Menteri Bidang Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (kanan) di sela rapat pimpinan nasional Kadin Indonesia di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta Pusat. Foto Dok/Net--
Radarlambar.bacakoran.co- Presiden Prabowo Subianto telah mengumumkan kenaikan upah minimum nasional (UMP) sebesar 6,5 persen pada 2025.
Keputusan ini langsung menuai berbagai reaksi, terutama dari kalangan pengusaha yang mempertanyakan dasar perhitungan yang digunakan untuk menentukan besaran kenaikan tersebut.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa kenaikan UMP ini didasarkan pada dua faktor utama, yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Airlangga menambahkan bahwa pemerintah sudah mempertimbangkan dampak biaya tenaga kerja di berbagai sektor dalam keputusan tersebut.
“Cost tenaga kerja bergantung pada sektor, jika sektor padat karya, biaya tenaga kerja bisa mencapai 30 persen, sementara sektor non-padat karya lebih rendah, di bawah 15 persen,” ujar Airlangga.
Meskipun ada kekhawatiran bahwa kenaikan upah ini dapat memicu pemutusan hubungan kerja (PHK), Airlangga menegaskan bahwa PHK akan menjadi langkah terakhir bagi pengusaha, sesuai dengan kesepakatan dalam Rapat Pimpinan Nasional Kamar Dagang dan Industri (Rapimnas Kadin) Indonesia.
Namun, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai bahwa kenaikan upah ini perlu penjelasan lebih lanjut, khususnya terkait metodologi perhitungannya.
Ketua Umum Apindo, Shinta W. Kamdani, menyatakan bahwa belum ada penjelasan komprehensif terkait variabel yang digunakan dalam perhitungan kenaikan UMP, seperti produktivitas tenaga kerja, daya saing dunia usaha, dan kondisi ekonomi terkini.
Menurut Shinta, hal ini penting agar kebijakan tersebut tidak hanya menguntungkan pekerja, tetapi juga memastikan kelangsungan usaha.
Apindo khawatir, kenaikan UMP yang signifikan ini akan meningkatkan biaya tenaga kerja dan biaya operasional perusahaan, terutama di sektor padat karya.
Mereka juga memperingatkan bahwa langkah ini dapat mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar domestik maupun internasional, bahkan memicu PHK dan menghambat pertumbuhan lapangan kerja baru.
Dengan adanya perbedaan pandangan antara pemerintah dan pengusaha, jelas bahwa kebijakan UMP 2025 masih memerlukan klarifikasi lebih lanjut untuk memastikan keseimbangan antara kesejahteraan pekerja dan keberlanjutan dunia usaha.