Pernyataan Presiden Prabowo yang Menimbulkan Polemik: Apa Saja Isunya?

Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto.//Foto: dok/Net--
Radarlambar.Bacakoran.co - Beberapa pernyataan yang disampaikan oleh Presiden Prabowo Subianto dalam beberapa pekan terakhir terkait isu-isu seperti rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN), pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), serta pemberian kesempatan kepada koruptor untuk mengembalikan hasil korupsi, telah memicu berbagai reaksi di masyarakat. Meskipun sebagian mendukung, banyak pula yang menentang pandangannya.
Berikut adalah ringkasan mengenai kontroversi yang muncul dari beberapa pernyataan Prabowo:
1. Rencana Kenaikan PPN 12 Persen pada Januari 2025
Pada awal Desember 2024, Presiden Prabowo mengungkapkan bahwa pemerintah akan melaksanakan kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen mulai Januari 2025, dengan fokus pada barang mewah. Ia menyatakan bahwa rakyat kecil tetap akan terlindungi dari dampak kebijakan ini.
Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menjelaskan bahwa rasio pajak Indonesia yang masih rendah, yaitu sekitar 10,4 persen, menjadi alasan dibutuhkannya kenaikan PPN. Menurutnya, dibandingkan dengan negara-negara seperti Brasil dan Afrika Selatan yang memiliki tarif PPN lebih tinggi, Indonesia perlu melakukan langkah ini untuk memperbaiki sektor perpajakan.
Namun, sejumlah ekonom, seperti Eko Listiyanto dari Indef, memperingatkan bahwa kenaikan PPN berpotensi menurunkan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya bisa memperlambat pemulihan ekonomi. Peneliti Indef, Ahmad Heri Firdaus, menambahkan bahwa dampaknya akan meluas ke biaya produksi yang meningkat, yang dapat menaikkan harga barang dan mengurangi konsumsi.
2. Wacana Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD
Prabowo juga mengungkapkan gagasan bahwa pemilihan kepala daerah bisa kembali dilakukan melalui DPRD, seperti yang terjadi pada era Orde Baru. Menurutnya, pemilihan kepala daerah langsung menelan biaya yang sangat besar, yang bisa dialihkan untuk kebutuhan lain yang lebih mendesak. Ia juga berpendapat bahwa sistem ini akan lebih efisien dan mempermudah proses transisi kepemimpinan.
Beberapa pihak, termasuk Saleh Partaonan Daulay dari PAN dan Muhaimin Iskandar dari PKB, menyatakan dukungannya terhadap ide ini. Mereka berpendapat bahwa pemilihan melalui DPRD lebih sederhana dan dapat menghemat anggaran negara, serta tetap menghasilkan kepala daerah yang berkinerja baik.
Namun, ada juga penolakan terhadap ide ini, terutama dari kalangan akademisi seperti Dede Sri Kartini dari Universitas Padjadjaran. Ia menilai bahwa dengan memilih kepala daerah melalui DPRD, akan terjadi sentralisasi kekuasaan yang bisa mempermudah pengaruh sejumlah pihak tertentu terhadap proses pemilihan. Dede juga menyarankan agar jika efisiensi anggaran menjadi alasan utama, lebih baik jika kepala daerah langsung ditunjuk oleh Presiden.
3. Kontroversi Terkait Pemberian Maaf kepada Koruptor
Pernyataan Prabowo mengenai kemungkinan memberikan kesempatan kepada koruptor untuk mengembalikan hasil korupsi dan mendapatkan pengampunan juga menimbulkan perdebatan. Dalam pidatonya di Kairo pada 18 Desember 2024, Prabowo menyampaikan bahwa koruptor yang mengembalikan hasil curiannya akan mendapat maaf darinya.
Habiburokhman, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, mengklarifikasi bahwa yang dimaksud Prabowo adalah untuk mendukung pemulihan aset negara, bukan memberi amnesti kepada koruptor. Beberapa tokoh, termasuk Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Zainut Tauhid, mengapresiasi niat Prabowo, meskipun tetap mengingatkan agar semua langkah yang diambil tetap sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Namun, Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, mengkritik pernyataan tersebut, menyatakan bahwa ini berisiko melanggar prinsip akuntabilitas dan transparansi pemerintahan. Mahfud juga menekankan bahwa langkah ini bisa membuat para pelaku korupsi tidak jera dan dapat mengarah pada pembiaran kasus korupsi.
Dengan adanya dukungan dan penolakan yang berbeda terhadap pernyataan-pernyataan Prabowo, ini menunjukkan bagaimana kebijakan yang diusulkan dapat menimbulkan perbedaan pandangan yang tajam di berbagai kalangan masyarakat. (*)