Setoran Pajak Anjlok Hingga Aplikasi Coretax Bermasalah

Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Suryo Utomo. Foto Dok --

Radarlambar.bacakoran.co - Kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang dipimpin oleh Suryo Utomo kembali menjadi sorotan tajam, menyusul anjloknya setoran pajak dan masalah teknis serius pada aplikasi Coretax yang baru-baru ini diluncurkan.

Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menilai bahwa kegagalan DJP dalam mengelola sistem perpajakan menunjukkan kurangnya kepemimpinan yang efektif, dan sudah saatnya Suryo Utomo mengundurkan diri dari jabatannya.

Huda menilai bahwa kinerja DJP di bawah Suryo Utomo semakin buruk, terutama pada tahun 2024. Saya rasa Suryo Utomo sudah terlalu lama menjabat sebagai Dirjen Pajak. Saya tidak melihat adanya pencapaian yang signifikan, terutama dalam setoran pajak dan implementasi sistem perpajakan yang lebih modern, meskipun setoran pajak mengalami kenaikan pada 2020 dan 2021 akibat pandemi COVID-19, capaian tersebut tak dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan.

Pada tahun 2022, penerimaan pajak tercatat melampaui target dengan pencapaian 111 persen. Namun, Huda mengkritik rendahnya baseline target yang digunakan pemerintah saat itu serta kebijakan peningkatan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10 persen menjadi 11 persen, yang dia anggap hanya sebagai upaya kosmetik tanpa adanya terobosan besar dalam kebijakan pajak.

Selain itu, Huda juga mengkritisi kebijakan pengampunan pajak melalui Program Pengungkapan Sukarela (PPS), yang dinilai memberikan diskon bagi pengemplang pajak. Program ini seolah memberikan keringanan kepada mereka yang tidak memenuhi kewajiban pajak mereka, yang tentu saja tidak bisa diterima oleh masyarakat yang taat pajak, tambahnya.

Puncaknya, pada 2024, kinerja penerimaan pajak kembali menurun. DJP hanya berhasil merealisasikan 97,2 persen dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 yang dipatok sebesar Rp1.988,9 triliun. Penerimaan pajak tahun itu tercatat hanya sebesar Rp1.932,4 triliun, dengan pertumbuhan tahunan yang sangat rendah, yakni hanya 3,5 persen— jauh di bawah laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang seharusnya menjadi dasar pertumbuhan penerimaan pajak.

Huda menambahkan bahwa rendahnya pertumbuhan penerimaan pajak ini menunjukkan ketidakmampuan Kementerian Keuangan dalam menghimpun penerimaan secara optimal. Pendapatan negara justru lebih banyak ditopang oleh kenaikan dana hibah, yang jelas bukan hasil dari kebijakan perpajakan yang efektif, katanya.

Permasalahan lain yang tidak kalah krusial adalah aplikasi Coretax, yang merupakan sistem digital perpajakan dengan anggaran mencapai Rp1,3 triliun. Aplikasi ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan pajak, namun terbukti mengalami banyak kendala. Huda menilai bahwa meskipun pemerintah telah menginvestasikan dana yang sangat besar, kualitas teknis dari sistem Coretax masih jauh dari harapan. Sistem dan teknologi yang digunakan dalam aplikasi ini jauh di bawah standar yang seharusnya, apalagi dengan besarnya dana yang digelontorkan. Ini patut dipertanyakan, ujarnya.

Terkait dengan kegagalan tersebut, Huda menegaskan pentingnya audit menyeluruh terhadap proses pengadaan aplikasi Coretax, termasuk penilaian terhadap pemilihan pemenang tender dan penggunaan sumber daya manusia yang terlibat. Pihak yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawaban secara transparan dan rinci, tegas Huda.

Bagi Suryo Utomo, Huda menilai sudah saatnya untuk mundur dari jabatannya sebagai Dirjen Pajak. Jika memang Suryo Utomo tidak mampu membawa perubahan positif dalam sistem perpajakan, ia harus mundur dan memberi kesempatan pada pemimpin yang lebih mampu mengelola DJP dengan baik, pungkasnya.

Suryo Utomo, yang sebelumnya pernah berkomentar mengenai banyaknya keluhan terkait aplikasi Coretax, berpendapat bahwa kondisi tersebut merupakan bagian dari masa transisi. Menurutnya, meskipun ada keterlambatan dalam penerbitan faktur dan masalah teknis lainnya, wajib pajak tidak perlu khawatir karena pihaknya sedang melakukan pemantauan dan perbaikan. Masa transisi ini kami terapkan untuk memastikan tidak ada sanksi bagi wajib pajak yang terdampak oleh keterlambatan ini, ujar Suryo dalam konferensi pers APBN Kita pada 10 Januari 2025.

Namun, meskipun Suryo mengklaim bahwa masalah teknis tersebut sedang diperbaiki, banyak pihak yang menilai bahwa langkah-langkah tersebut tidak cukup untuk menutupi kinerja buruk yang telah terjadi, baik dalam hal penerimaan pajak maupun pelaksanaan sistem perpajakan digital yang seharusnya bisa lebih efisien.

Dengan kondisi yang semakin tidak menentu ini, pertanyaan besar kini muncul: Apakah sudah waktunya untuk perubahan besar di tubuh Direktorat Jenderal Pajak?. *

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan