Skandal Keuangan Jiwasraya: Permainan Dana Pensiun yang Mengarah ke Kerugian Rp257 Miliar

Gedung Asuransi Jiwasraya.//Foto: dok/net.--

Radarlambar.Bacakoran.co - PT Asuransi Jiwasraya (Persero) mengungkapkan bahwa perusahaan tersebut tidak dapat mengembalikan dana pensiunan karyawannya 100%. Kejatuhan Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) Jiwasraya disebabkan oleh praktik kecurangan dalam pengelolaan keuangan yang merugikan banyak pihak.

Berdasarkan audit terbaru yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) per 31 Desember 2024, ditemukan adanya kecurangan senilai Rp257 miliar. Kecurangan ini melibatkan pengelola dan dewan pengawas DPPK Jiwasraya yang bertanggung jawab atas pengelolaan dana pensiun tersebut.

Lutfi Rizal, Direktur Operasional dan Keuangan Jiwasraya, menjelaskan bahwa permasalahan DPPK Jiwasraya sudah terjadi sejak 2003, yang mana dana pensiun tersebut mengalami defisit hingga tahun 2012. Meskipun kondisi sempat membaik pada tahun 2013, hasil audit BPKP mengungkapkan adanya indikasi penyimpangan dalam keputusan investasi yang dilakukan pada tahun 2012.

Lutfi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR RI pada Kamis, 6 Februari 2025 kemarin mengatakan, pada 22 Februari 2012, Dewan Pengawas DPPK memberikan arahan untuk melakukan investasi dengan instrumen yang bermasalah. Bahkan, beberapa saham dijual dengan harga yang jauh lebih rendah dari harga beli.

Pada tahun yang sama, DPPK Jiwasraya juga melibatkan perusahaan manajer investasi, Treasure Fund Investama (TFI), untuk mengelola aset DPPK. Ternyata, TFI terafiliasi dengan Heru Hidayat, terpidana kasus korupsi terkait Jiwasraya. Berdasarkan audit, TFI mengelola sejumlah saham senilai Rp56 miliar, obligasi Rp900 juta, dan dana tunai sebesar Rp25 miliar.

Lebih lanjut, ditemukan bahwa transaksi saham yang melibatkan tiga emiten—PT Inti Agri Resources Tbk (IIKP), PT Trada Alam Minera Tbk (TRAM), dan PT Himalaya Energi Perkasa Tbk (HADE)—berkaitan langsung dengan Heru Hidayat. Transaksi saham ini menambah daftar panjang ketidakberesan, di mana beberapa aset dilepas dengan harga yang jauh lebih rendah dari nilai sebenarnya, serta melibatkan saham-saham yang dihentikan perdagangannya di bursa efek.

Hasil audit BPKP juga menunjukkan adanya kesalahan dalam pengelolaan saham dan transaksi yang tidak tercatat, termasuk transaksi yang terjadi tanpa analisis yang mendalam. Meskipun di atas kertas terlihat peningkatan aset DPPK antara 2013 dan 2018, sesungguhnya itu hanya tampak sebagai hasil dari transaksi manipulatif. Temuan audit menunjukkan kerugian sebesar Rp204,3 miliar, dengan potensi fraud yang lebih besar hingga mencapai Rp257 miliar.

Kasus ini bukan hanya melibatkan masalah keuangan internal Jiwasraya, tetapi juga mengungkap skandal lebih besar terkait pengelolaan dana pensiun dan korupsi yang melibatkan beberapa tokoh penting. Kepala BPK Agung Firman Sampurna mencatat bahwa masalah Jiwasraya sudah muncul sejak 2006, di mana perusahaan ini terindikasi memanipulasi laporan keuangan selama bertahun-tahun.

Sebagai informasi tambahan, dalam perkembangan terbaru, sejumlah petinggi Jiwasraya telah ditangkap dan dihukum penjara seumur hidup. Mereka termasuk mantan Direktur Utama Jiwasraya Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo, dan mantan Kepala Divisi Investasi dan Keuangan Jiwasraya Syahmirwan. Selain itu, tokoh lain yang terlibat adalah Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, serta Direktur PT Maxima Integra Joko Hartomo Tirto, yang juga dijatuhi hukuman terkait kasus korupsi ini.

Ke depan, Jiwasraya menghadapi tantangan berat dalam mengembalikan dana pensiun yang telah terlanjur hilang akibat praktik kecurangan yang sistematis ini. Sebagai langkah perbaikan, pihak berwenang berjanji akan melakukan tindakan yang lebih tegas untuk mencegah kasus serupa terulang di masa mendatang.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan