Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata Ditetapkan Jadi Tersangka Kasus Jiwasraya, Kerugian Negara Rp16,8 T

Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata (memakai rompi tahanan kejaksaan) digiring petugas Kejagung.//Foto:dok/net.--

Radarlambar.Bacakoran.co - Kejaksaan Agung (Kejagung) baru-baru ini mengungkapkan bahwa kerugian negara akibat kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya selama periode 2008 hingga 2018 mencapai Rp 16,8 triliun. Dalam pengumuman yang disampaikan oleh Abdul Qohar, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Kejagung menetapkan Isa Rachmatarwata, yang saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, sebagai tersangka dalam kasus tersebut.


Menurut Abdul Qohar, investigasi terhadap pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya mengungkapkan adanya kerugian negara sebesar Rp 16.807.283.375.000. Qohar juga menjelaskan bahwa pada saat kejadian, dirinya menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian di Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) pada periode 2006-2012.


Kronologi Kasus Jiwasraya
Masalah yang melibatkan PT Asuransi Jiwasraya dimulai pada tahun 2009, saat perusahaan ini mengalami kondisi keuangan yang sangat tidak sehat atau insolvensi. Pada 31 Desember 2008, PT Jiwasraya tercatat memiliki kekurangan sebesar Rp 5,7 triliun dalam perhitungan kewajiban perusahaan terhadap pemegang polis. Mengingat PT Jiwasraya adalah perusahaan milik negara yang beroperasi di bidang asuransi jiwa syariah, Menteri BUMN pada saat itu mengusulkan agar perusahaan tersebut mendapatkan suntikan modal sebesar Rp 6 triliun dalam bentuk zero-coupon bond dan kas guna mencapai solvabilitas yang dibutuhkan.


Namun, usulan tersebut ditolak karena perusahaan sudah berada jauh di bawah tingkat solvabilitas yang disyaratkan. Pada awal tahun 2009, Direksi PT Jiwasraya yang terdiri dari Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwa melakukan pembahasan mengenai solusi untuk mengatasi masalah keuangan ini, salah satunya dengan merestrukturisasi perusahaan. Sayangnya, restrukturisasi ini justru memperburuk kondisi keuangan perusahaan akibat adanya ketimpangan besar antara aset dan kewajiban.


Sebagai langkah untuk menutupi kerugian, perusahaan kemudian meluncurkan produk investasi "JS Saving Plan" dengan bunga yang sangat tinggi, yaitu 9-13 persen, jauh di atas suku bunga Bank Indonesia pada saat itu yang hanya sekitar 7,5-8,75 persen. Produk ini disetujui oleh Isa Rachmatarwata, yang saat itu menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian di Bapepam-LK, meskipun ia mengetahui bahwa PT Jiwasraya berada dalam kondisi insolvensi.


Pemasaran produk tersebut kepada pemegang polis membebani keuangan PT Jiwasraya karena bunga yang ditawarkan tidak sebanding dengan hasil investasi yang didapatkan. Pada periode 2014-2017, premi yang diterima perusahaan dari program JS Saving Plan mencapai Rp 47,8 triliun.


Namun, dana yang terkumpul dari premi tersebut tidak dikelola dengan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) dan manajemen risiko yang tepat. Sebagian besar dana ini diinvestasikan dalam saham dan reksadana, namun banyak transaksi yang tidak wajar yang mengakibatkan penurunan nilai portofolio investasi dan kerugian besar.


Tindak Pidana Korupsi
Berdasarkan bukti yang ditemukan, Kejaksaan Agung menyatakan bahwa Isa Rachmatarwata bersama sejumlah pihak lainnya terlibat dalam perbuatan pidana yang merugikan negara. Oleh karena itu, Isa ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.


Setelah penetapan tersangka, Isa langsung ditahan di Rumah Tahanan Salemba Cabang Kejaksaan Agung untuk pemeriksaan lebih lanjut.


Kasus Jiwasraya menjadi salah satu skandal korupsi terbesar di sektor keuangan Indonesia, dan penanganannya terus mendapat perhatian publik mengingat dampaknya yang begitu besar terhadap perekonomian negara. Kejaksaan Agung memastikan bahwa proses hukum akan terus berjalan hingga para pelaku yang bertanggung jawab dapat diadili secara adil.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan