Hakim Nonaktif Djuyamto dan Agam Syarief Akan Kembalikan Uang Diduga Hasil Suap Kasus CPO

Hakim nonaktif Djuyamto dan Agam Syarief Baharudin berencana mengembalikan uang diduga hasil suap pengurusan perkara kasus korupsi minyak sawit mentah. Foto ANTARA--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO – Dua hakim nonaktif, Djuyamto dan Agam Syarief Baharudin, berencana mengembalikan uang yang diduga hasil suap terkait pengurusan perkara korporasi dalam kasus korupsi ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya pada periode Januari–April 2022.
Rencana itu disampaikan oleh tim penasihat hukum keduanya dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Rabu (8/10), dengan agenda pemeriksaan saksi mahkota.
Pihak kuasa hukum Djuyamto menyebutkan bahwa berdasarkan informasi dari Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Kartasura, tanah yang sebelumnya direncanakan untuk pembangunan kantor terpadu telah terjual. Uang hasil penjualan tersebut senilai Rp5,5 miliar akan diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) melalui mekanisme resmi.
Dalam sidang, penasihat hukum Djuyamto memohon izin kepada majelis hakim agar dana itu dapat segera dikembalikan melalui rekening penitipan di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
Ketua Majelis Hakim Effendi meminta agar langkah tersebut dikoordinasikan lebih lanjut dengan JPU untuk memastikan prosedur pengembalian sesuai ketentuan hukum.
Selain Djuyamto, pihak terdakwa Agam Syarief Baharudin juga berencana mengembalikan uang sebesar Rp1 miliar, hasil penarikan dari reksadana yang disebut terkait dengan perkara ini.
Sebelumnya, majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam Syarief, dan Ali Muhtarom didakwa menerima suap senilai Rp21,9 miliar dalam perkara ekspor CPO yang melibatkan PT Permata Hijau Group, PT Wilmar Group, dan PT Musim Mas Group.
Total suap dalam perkara tersebut mencapai Rp40 miliar, yang disebut diterima dalam dua tahap, masing-masing dalam bentuk pecahan dolar Amerika dan dolar Singapura. Suap itu diberikan untuk memengaruhi putusan perkara agar ketiga korporasi tersebut divonis lepas atau ontslag van alle recht vervolging.
Jaksa menjerat para terdakwa dengan Pasal 12 huruf c, Pasal 6 ayat 2, atau Pasal 12B juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.(*)