Banjir Bekasi pada Era Kolonial, Dampak Besar pada Rumah dan Sawah

Banjir Bekasi / Foto--net.--
RADARLAMBAR.BACAKORAN.CO - Banjir yang melanda wilayah Bekasi pada awal Maret 2025 telah menarik perhatian besar dari masyarakat.
Tujuh kecamatan di Bekasi, yaitu Bekasi Timur, Bekasi Utara, Bekasi Selatan, Medan Satria, Jatiasih, Pondok Gede, dan Rawalumbu, mengalami dampak yang signifikan.
Namun, bencana banjir ini bukanlah masalah baru bagi Bekasi. Fenomena serupa telah terjadi sejak masa kolonial Belanda.
Sejak tahun 1924, banjir sudah melanda Bekasi pada bulan Maret, tepatnya saat musim penghujan.
Intensitas hujan yang tinggi menyebabkan jebolnya tanggul di sekitar stasiun Bekasi yang mengarah ke Tambun.
Banjir ini memutuskan jalur transportasi kereta api dan komunikasi, menimbulkan kebingungan di kalangan penumpang yang terjebak.
Kejadian serupa terjadi beberapa tahun kemudian, tepatnya pada tahun 1926, akibat meluapnya Sungai Cigombong yang terletak di Bogor.
Banjir tersebut menyebabkan akses jalan Karawang terputus dan merendam sekitar 100 rumah serta 10 sawah.
Meskipun banjir ini berlangsung singkat dan surut pada keesokan harinya, akses jalan kembali normal.
Selama periode 1932 hingga 1934, banjir terus menerjang daerah Cikarang, Tambun, dan Lemah Abang.
Penyebab utama dari banjir ini adalah curah hujan yang tinggi, kondisi jalan yang rendah, serta meluapnya sungai-sungai di sekitar wilayah tersebut.
Selain itu, kurangnya perawatan pada tanggul yang dikuasai oleh tuan tanah juga memperburuk situasi ini, sehingga pemerintah kesulitan dalam menangani banjir yang terus berulang.
Dampak dari bencana banjir ini sangat dirasakan oleh masyarakat, dengan rumah dan sawah yang terendam serta barang-barang yang hanyut terbawa arus.
Dalam sektor transportasi, peristiwa tragis juga terjadi, seperti ketika sebuah kereta barang tergelincir akibat rel yang terendam banjir setinggi satu hingga satu setengah meter.