Manjurkah Family Office Masuk RI seperti Klaim Luhut?

Reynaldi Hermansjah, Direktur Utama SMI. -Foto Dok.--
Radarlambar.bacakoran.co - Pemerintah sedang merancang pembentukan family office di Indonesia sebagai upaya menarik minat keluarga kaya dari luar negeri untuk menyimpan dan mengelola aset mereka di dalam negeri. Konsep ini diyakini dapat membawa investasi besar ke Indonesia, sekaligus membuka peluang lapangan kerja bagi masyarakat.
Beberapa investor asing dikabarkan telah menunjukkan ketertarikan terhadap rencana ini. Pemerintah optimis bahwa dalam beberapa minggu ke depan, semakin banyak calon investor yang akan mendaftar setelah skema regulasi dan kebijakan family office semakin jelas.
Namun, sejumlah analis mempertanyakan efektivitas kebijakan ini dalam mendatangkan investasi asing yang signifikan. Tidak banyak negara di dunia yang mengandalkan family office sebagai strategi utama menarik investasi. Dalam beberapa kasus, family office lebih sering digunakan untuk pengelolaan kekayaan pribadi, bukan sebagai instrumen investasi yang mampu memberikan dampak ekonomi luas.
Selain itu, daya tarik Indonesia dibandingkan dengan negara-negara yang sudah lebih dahulu memiliki sistem family office yang mapan masih menjadi tantangan. Faktor-faktor seperti insentif pajak, perlindungan hukum terhadap aset, privasi, serta stabilitas ekonomi menjadi pertimbangan utama bagi investor sebelum memutuskan membawa aset mereka ke suatu negara.
Di sisi lain, terdapat kekhawatiran bahwa family office dapat membuka celah bagi praktik pencucian uang. Dengan tingkat kasus korupsi yang masih tinggi di Indonesia, kebijakan ini dikhawatirkan dapat dimanfaatkan oleh sejumlah pihak untuk menyembunyikan kekayaan dengan memanfaatkan sistem yang lebih longgar.
Sementara itu, muncul pandangan bahwa kebijakan ini lebih bersifat jangka pendek untuk meningkatkan pasokan dolar di dalam negeri. Dengan kondisi nilai tukar rupiah yang masih lemah, pemerintah terlihat berupaya mempercepat masuknya valuta asing agar dapat menstabilkan kondisi ekonomi.
Persaingan dalam menarik keluarga kaya dunia untuk mendirikan family office juga dinilai cukup berat. Negara-negara seperti Singapura, Swiss, Inggris, dan Hong Kong telah lama menjadi pusat keuangan global dengan infrastruktur yang lebih matang. Indonesia dinilai belum memiliki sistem yang cukup kompetitif untuk bersaing dalam sektor ini.
Daripada mendorong kebijakan family office yang masih penuh tanda tanya, beberapa pihak menilai pemerintah sebaiknya lebih serius dalam meningkatkan penerimaan pajak dari kalangan terkaya di dalam negeri. Upaya seperti tax amnesty sebelumnya belum sepenuhnya berhasil, sehingga masih banyak kekayaan orang Indonesia yang tersimpan di negara-negara tax haven tanpa terjangkau oleh sistem perpajakan nasional.
Dengan berbagai tantangan tersebut, kebijakan pembentukan family office masih menjadi perdebatan apakah benar-benar akan membawa manfaat besar bagi perekonomian nasional atau justru akan membuka potensi risiko baru yang lebih besar.(*/edi)