LEBARAN YANG EFISIEN

Syarif Ediansyah, S.HI, M.M.,--
Kebijakan Pemerintah mengumumkan penurunan harga BBM non subsidi beberapa waktu yang lalu mesti juga diikiti oleh penurunan harga subsidi BBM yang bersubsdi karna jenis BBM ini yang paling banyak dan paling sering digunakan oleh masyarakat dan para pengusaha transportasi lainnya. Ini menjadi penting dilakukan karna Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) memiliki peran strategis dalam perekonomian suatu negara, terutama menjelang perayaan besar seperti Lebaran. Sebagai kebutuhan utama bagi transportasi pribadi maupun umum, fluktuasi harga BBM dapat berdampak langsung pada biaya perjalanan masyarakat, harga barang dan jasa, serta tingkat inflasi.
Penurunan harga BBM menjelang Lebaran memiliki dampak positif yang luas, mulai dari menekan biaya transportasi, mengurangi inflasi akibat tingginya harga barang, hingga mendukung kelancaran arus mudik dengan biaya lebih terjangkau. Oleh karena itu, kebijakan ini menjadi perhatian penting bagi pemerintah dan pemangku kepentingan dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional dan kesejahteraan masyarakat selama periode perayaan Lebaran.
Bagi masyarakat itu sendiri tentu menjadi hal yang penting untuk menerapkan langkah-langkah efisiensi dalam merayakan Lebaran agar tetap dapat menikmati suasana kebersamaan tanpa harus mengalami kesulitan finansial setelahnya. Dengan perencanaan anggaran yang matang, pengelolaan belanja yang bijak,efisiensi dalam mudik dan transportasi, pengelolaan konsumsi dan THR secara bijak serta memilih alternatif silaturrahmi yang efektif dan hemat maka kita dapat merayakan lebaran dengan baik, leberan secara sederhana namun tetap bermakna tanpa menghilangkan esensi dari lebaran itu sendiri sebagaimana telah diatur dalam kaidah agama kita.
Kekeliruan dalam memahami makna lebaran
Hakikat Lebaran/Idul fitri sebagai ibadah spiritual, sosial, dan budaya dalam prakteknya terkadang sering dimaknai berbeda oleh masyarakat. Akibatnya, banyak orang yang justru merayakan Idulfitri dengan cara yang kurang sesuai dengan esensinya. Memahami esensi Lebaran tersebut, tidak jarang terjadi kekeliruan yang beredar di tengah masyarakat sehingga melupakan makna spiritual dari Idulfitri itu sendiri. Selain itu, ada juga kesalahpahaman mengenai kewajiban dalam perayaan ini, seperti anggapan bahwa saling bermaafan hanya bisa dilakukan saat Lebaran atau bahwa zakat fitrah hanya bersifat opsional dll. Berikut adalah beberapa makna Lebaran yang keliru:
Lebaran Identik dengan Kemewahan dan ajang Kompetisi Sosial
Banyak orang menganggap bahwa Lebaran harus dirayakan dengan segala sesuatu yang serba baru dan mewah, seperti baju baru, perabotan baru, bahkan kendaraan baru. Padahal, inti dari Lebaran adalah kembali kepada kesucian hati dan mempererat hubungan dengan sesama, bukan ajang pamer kekayaan.Kesalahpahaman ini sering kali membuat orang mengeluarkan uang secara berlebihan, bahkan sampai berutang demi memenuhi ekspektasi sosial. Padahal, kebahagiaan Lebaran tidak bergantung pada barang baru, melainkan pada kebersamaan dan ketulusan hati.
Sebagian orang memandang Lebaran sebagai momen untuk menunjukkan keberhasilan hidup, seperti rumah yang lebih besar, kendaraan dan pakaian yang lebih mewah, atau perjalanan liburan yang lebih jauh.Padahal, Lebaran bukan tentang membandingkan diri dengan orang lain, melainkan tentang introspeksi dan memperbaiki hubungan dengan Allah serta sesama manusia. Jika perayaan Idulfitri dijadikan ajang kompetisi sosial, maka nilai ketulusan dan kesederhanaannya akan hilang.
Lebaran Hanya tentang Makan-Makan dan Pesta
Tradisi menyajikan hidangan khas Lebaran memang sudah menjadi budaya yang melekat. Namun, jika perayaan ini hanya dipahami sebagai ajang makan-makan dan berpesta, maka makna spiritualnya bisa hilang.Lebaran seharusnya menjadi momen untuk bersyukur dan berbagi, bukan sekadar memanjakan diri dengan makanan berlimpah. Mengendalikan diri dalam konsumsi juga bagian dari hikmah Ramadan yang seharusnya tetap diterapkan setelah bulan puasa berakhir.
Memberi THR atau Hadiah sebagai Kewajiban Mutlak
Memberi Tunjangan Hari Raya (THR) atau hadiah kepada anak-anak dan sanak saudara memang tradisi yang baik, tetapi tidak seharusnya menjadi kewajiban mutlak yang membebani. Beberapa orang merasa terpaksa memberikan THR dalam jumlah besar demi menjaga gengsi atau memenuhi ekspektasi keluarga. Padahal, esensi berbagi dalam Lebaran adalah ketulusan, bukan karena tekanan sosial. Jika kondisi finansial tidak memungkinkan, tidak ada salahnya memberi dalam jumlah yang lebih kecil atau menggantinya dengan bentuk perhatian lain.
Lebaran Sebagai Akhir dari Ibadah
Sebagian orang menganggap bahwa setelah Lebaran/Idul fitri, ibadah dan kebiasaan baik selama Ramadan bisa ditinggalkan.atau secara alami lambat laun Kembali kepada kebiasaan sebelum Ramadhan Padahal, Lebaran seharusnya menjadi titik awal untuk mempertahankan kebiasaan baik, seperti memperbanyak ibadah, bersedekah, dan menjaga hubungan baik dengan sesama.
Sebagai masyarakat tentu kita harus Memahami makna Lebaran dengan benar.hal ini menjadi sangat penting agar perayaannya tetap sesuai dengan nilai-nilai Islam. Lebaran seharusnya menjadi momen untuk bersyukur, berbagi, dan mempererat silaturahmi dengan cara yang sederhana dan tulus. Hindari kesalahpahaman yang menjadikan Lebaran sebagai ajang kemewahan, pamer, atau pemborosan. Dengan menjaga esensi sebenarnya, kita dapat merasakan kebahagiaan Lebaran yang lebih bermakna dan berkah.