Perubahan Signifikan dalam Revisi KUHAP: Penangkapan, Pemeriksaan, dan Penahanan

Ilustrasi Gedung MPR/DPR RI.//Foto:dok/net.--

Radarlambar.Bacakoran.co - Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang tengah dibahas di DPR RI membawa sejumlah perubahan penting terkait prosedur penangkapan, pemeriksaan, dan penahanan tersangka. Draf revisi yang beredar menunjukkan adanya aturan yang lebih rinci dibanding KUHAP yang berlaku saat ini.

 

Larangan Penggeledahan di Lokasi Tertentu

Draf revisi KUHAP menegaskan bahwa penyidik tidak diperkenankan melakukan penggeledahan di beberapa lokasi khusus, sebagaimana diatur dalam Pasal 108:

Ruang sidang legislatif, seperti Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) saat sidang berlangsung.

Tempat ibadah yang sedang digunakan untuk upacara keagamaan.

Ruang sidang pengadilan yang sedang berlangsung.

Aturan ini sebenarnya bukan hal baru, karena KUHAP saat ini juga melarang penyidik masuk ke lokasi-lokasi tersebut. Namun, revisi KUHAP memperjelas larangan ini dengan lebih detail.

 

Penangkapan: Siapa yang Berwenang dan Aturannya

Revisi KUHAP memberikan kejelasan lebih mengenai kewenangan dalam melakukan penangkapan. Pasal 87 draf revisi menyatakan bahwa penyidik, penyidik pembantu, dan penyidik tertentu dari Kejaksaan, KPK, serta TNI AL dapat melakukan penangkapan dalam kondisi tertentu. Sementara itu, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) hanya dapat menangkap seseorang atas perintah penyidik Polri.

 

Selain itu, revisi KUHAP mengatur bahwa penangkapan hanya bisa dilakukan jika terdapat minimal dua alat bukti yang cukup. KUHAP yang berlaku saat ini hanya menyebutkan "bukti permulaan yang cukup" tanpa menyebut jumlahnya secara spesifik.

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan