Krisis Kemanusiaan di Myanmar Pasca Gempa Dahsyat, Korban Terus Bertambah

Kerusakan akibat gempa di Myanmar.// Foto: AFP/SEBASTIEN BERGER--
Namun, penyaluran bantuan di Myanmar menjadi lebih sulit karena kondisi politik yang tidak stabil akibat perang saudara yang berkecamuk sejak kudeta militer tahun 2021. Amnesty International mendesak junta militer untuk tidak menghalangi akses bantuan internasional ke wilayah-wilayah yang berada di luar kendali mereka.
Joe Freeman, peneliti Amnesty untuk Myanmar mengatakan bahwa kini Militer Myanmar memiliki sejarah menolak bantuan ke daerah-daerah yang dikuasai kelompok oposisi. Bahkan kini, mereka harus membuka akses bagi organisasi kemanusiaan dan menghapus hambatan administratif yang dapat menghambat penyaluran bantuan ke daerah-daerah yang terdampak.
Masa Berkabung Nasional dan Upaya Bantuan Internasional
Sebagai bentuk penghormatan kepada para korban, pemerintah Myanmar telah menetapkan masa berkabung nasional selama tujuh hari, mulai Senin 31 Maret 2025. Media pemerintah, MRTV, mengumumkan bahwa selama masa berkabung, bendera nasional akan dikibarkan setengah tiang di seluruh negeri.
Sejumlah negara, termasuk Rusia, India, China, Indonesia, dan Thailand, telah mengirimkan tim pencarian dan penyelamatan serta bantuan kemanusiaan ke Myanmar untuk membantu upaya tanggap darurat.
Sementara itu, analisis kecerdasan buatan terhadap citra satelit Mandalay yang dilakukan oleh Lab AI for Good milik Microsoft mengungkapkan bahwa setidaknya 515 bangunan di kota terbesar kedua Myanmar itu mengalami kerusakan parah, dengan tingkat kehancuran mencapai 80-100 persen. Selain itu, sekitar 1.524 bangunan lainnya mengalami kerusakan antara 20 hingga 80 persen.
Namun, kondisi di lapangan semakin diperparah oleh kendali ketat junta militer terhadap jaringan komunikasi serta rusaknya infrastruktur seperti jalan dan jembatan akibat gempa. Hal ini menjadi tantangan tambahan bagi para pekerja kemanusiaan yang berusaha menjangkau para korban.
Dampak Terhadap Situasi Politik Myanmar