Jenis Pekerjaan Ini akan Paling Cepat Tergusur oleh AI, Apa Saja?

Ilustrasi. kecerdasan buatan (AI) melalui pedoman penggunaan untuk perusahaan. Foto- REUTERS--
Radarlambar.bacakoran.co - Kemajuan kecerdasan buatan (AI) kian tak terbendung, mengubah lanskap dunia kerja dengan kecepatan yang mengejutkan. Sejumlah penelitian memperkirakan bahwa dalam satu hingga tiga dekade ke depan, 50 hingga 60 persen pekerjaan saat ini akan mengalami perubahan besar, bahkan sebagian akan lenyap tergantikan oleh sistem otomatisasi.
Forbes melaporkan bahwa sektor pekerjaan administratif menjadi yang paling rentan. Tugas-tugas seperti entri data, penjadwalan, layanan pelanggan, pembukuan, hingga riset hukum berpotensi besar untuk segera diotomatisasi.
Dengan adopsi teknologi chatbot dan robotic process automation yang makin luas, efisiensi kerja meningkat, namun peluang kerja manusia di sektor ini menurun drastis.
Dampak AI tidak berhenti di sektor administratif. Industri kreatif, yang selama ini dianggap aman dari gelombang otomatisasi, kini mulai merasakan tekanan. AI generatif seperti DALL-E dan GPT mampu menciptakan desain visual, teks, hingga konten media dengan kecepatan dan volume yang luar biasa.
Menurut Pew Research Center, hingga 30 persen pekerjaan media diproyeksikan dapat terotomatisasi pada 2035. Meski demikian, kreativitas tingkat tinggi, yang melibatkan intuisi, emosi, dan imajinasi manusia, masih dianggap sebagai benteng terakhir yang belum bisa digantikan mesin.
Di bidang teknologi sendiri, ironi terjadi. Para pengembang perangkat lunak dan data scientist menghadapi disrupsi ganda. Di satu sisi, AI membantu meningkatkan produktivitas mereka, namun di sisi lain, tugas-tugas rutin dalam pemrograman dan analisis kini bisa diselesaikan oleh mesin.
Namun, perubahan ini tidak melanda semua sektor dengan intensitas yang sama. Pekerjaan yang mengandalkan empati, hubungan manusia, dan intuisi — seperti perawatan kesehatan, terapi, pendidikan anak usia dini, hingga kepemimpinan strategis — diprediksi tetap lebih tahan terhadap serangan otomatisasi. OECD memperkirakan bahwa hingga 2040, hanya sekitar 10 persen tugas pengajaran yang dapat diotomatisasi.
Prediksi dari McKinsey dan Goldman Sachs menunjukkan bahwa dalam rentang waktu 10 hingga 25 tahun ke depan, dunia kerja akan memasuki era disrupsi besar-besaran. McKinsey memperkirakan 30 persen pekerjaan di Amerika Serikat akan tergantikan pada 2030, sedangkan Goldman Sachs memperkirakan hingga 50 persen pekerjaan dapat sepenuhnya otomatisasi pada 2045.
Tokoh-tokoh besar dunia keuangan seperti Larry Fink (CEO BlackRock) dan Jamie Dimon (CEO JPMorgan Chase) telah mengingatkan bahwa restrukturisasi industri berbasis AI telah dimulai, dan tugas-tugas rutin akan semakin dikuasai mesin dalam 10 hingga 15 tahun ke depan.
Di tengah ketidakpastian ini, kunci keselamatan bagi para pekerja adalah adaptasi. Pengembangan keterampilan berpikir kritis, literasi digital, serta penguatan peran-peran yang membutuhkan hubungan manusia, menjadi mutlak diperlukan. Ray Dalio, pendiri Bridgewater, menekankan bahwa keberhasilan di masa depan akan diraih oleh mereka yang memadukan teknologi dengan kekuatan unik manusia.
Optimisme tetap ada. Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyatakan bahwa dampak negatif AI bisa diminimalisir dengan program pelatihan ulang tenaga kerja secara masif. Adaptasi, inovasi, dan kesiapan mental menjadi pilar utama dalam menghadapi revolusi dunia kerja yang dipicu oleh AI.
Seiring waktu bergerak menuju 2050, diperkirakan hingga 80 persen jenis pekerjaan akan mengalami otomatisasi atau perubahan mendalam. Namun, kecepatan transisi ini masih bergantung pada kemajuan teknologi, regulasi pemerintah, serta dinamika ekonomi global.
Masa depan dunia kerja tidak hanya soal bagaimana mesin mengambil alih, tetapi juga tentang bagaimana manusia membangun masa depan baru — lebih adaptif, kreatif, dan bermakna.(*)