Ekonom Ingatkan Risiko Ekonomi Jika Presiden Prabowo Tak Ubah Kebijakan

--
Radarlambar.bacakoran.co - Sejumlah ekonom mengingatkan bahwa Indonesia menghadapi ancaman perlambatan ekonomi jika arah kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto tidak segera disesuaikan dengan dinamika global. Direktur Eksekutif Segara Institute, Piter Abdullah, menyoroti target pertumbuhan ekonomi yang dianggap terlalu optimistis di tengah tekanan eksternal dan perlambatan ekonomi global.
Berdasarkan proyeksi dari lembaga internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 diperkirakan hanya berada di kisaran 4,7 hingga 4,8 persen. Angka tersebut jauh di bawah target yang ditetapkan pemerintah dalam APBN 2025, yakni 5,2 persen.
Piter menilai bahwa penetapan target tinggi tidak menjadi masalah selama kebijakan yang ditempuh mendukung pencapaian tersebut. Namun, ia menilai pendekatan kebijakan saat ini belum menjawab tantangan-tantangan utama di lapangan, seperti meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja dan melemahnya daya beli masyarakat. Ketidaksesuaian antara kebijakan dan realitas ini dikhawatirkan memperburuk persepsi dan menggerus kepercayaan publik terhadap kemampuan pemerintah menavigasi krisis.
Ia juga menyebutkan bahwa arah kebijakan moneter saat ini cenderung kontraktif. Langkah Bank Indonesia dalam menyerap likuiditas membuat jumlah uang beredar di masyarakat menyusut, yang berdampak pada tertekannya konsumsi dan investasi. Padahal, konsumsi rumah tangga dan investasi merupakan dua penopang utama pertumbuhan ekonomi nasional.
Di sisi lain, konflik dagang global yang dipicu oleh kebijakan tarif resiprokal dari Presiden AS Donald Trump memberikan tekanan tambahan terhadap perekonomian nasional. Indonesia disebut sebagai salah satu negara yang terdampak, dengan dikenakan tarif hingga 32 persen untuk beberapa produk ekspor.
Menanggapi kondisi ini, Kepala Center Makroekonomi dan Keuangan INDEF, M Rizal Taufikurahman, mengusulkan sejumlah rekomendasi kebijakan untuk pemerintahan Prabowo. Rekomendasi tersebut antara lain mendorong reindustrialisasi berbasis rantai nilai, bukan hanya fokus pada hilirisasi komoditas mentah. Langkah ini dinilai penting agar Indonesia tidak hanya menjadi pengekspor bahan baku, tetapi juga memiliki ekosistem industri yang kuat dan berkelanjutan.
Rizal juga menyoroti pentingnya reformasi kebijakan investasi dan perpajakan. Pemerintah perlu memperbaiki pelaksanaan fasilitas seperti tax holiday serta menyempurnakan sistem perizinan daring terpadu atau OSS. Meski Indonesia memiliki daya tarik pasar yang besar, masih terdapat kesenjangan antara desain kebijakan dengan pelaksanaannya di lapangan, yang kerap membuat investor ragu untuk menanamkan modal.
Rekomendasi lainnya mencakup dorongan untuk peningkatan upah riil dan perlindungan sosial yang responsif terhadap kondisi ekonomi, guna memperkuat konsumsi masyarakat. Selain itu, penguatan sektor keuangan domestik dan pembiayaan yang inklusif juga dianggap krusial untuk mendukung pertumbuhan yang berkelanjutan. Stabilitas makroekonomi, termasuk pengendalian inflasi, nilai tukar rupiah, dan defisit fiskal, juga harus terus dijaga.
Ekonom menilai bahwa tahun 2025 akan menjadi ujian awal bagi pemerintahan baru dalam upaya mencapai ambisi pertumbuhan ekonomi 8 persen pada akhir periode kepemimpinan. Jika arah kebijakan tidak mengalami perubahan signifikan, maka peluang mencapai target tersebut dinilai akan semakin sulit.(*/edi)