Kurikulum Cinta Terus Diperkenalkan Sebagai Arah Pendidikan Madrasah

Kasi Penmad Kankemenag Lambar Hi. Mukip Zaman-Foto Dok---
BALIKBUKIT - Dalam momentum Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2025, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Lampung Barat mempertegas komitmennya untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara moral dan spiritual. Hal ini tercermin dalam penguatan gagasan Kurikulum Cinta yang mulai diperkenalkan sebagai pendorong arah pendidikan keagamaan di madrasah.
Masih ditengah peringatan Hardiknas, Kasi Pendidikan Madrasah Mukip Zaman mendampingi Plt Kepala Kankemenag Lambar Miftahus Surur menyampaikan bahwa sejalan dengan tema Hardiknas tahun ini ‘Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua’ menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor demi menciptakan ekosistem pendidikan yang inklusif dan berdaya.
“Pendidikan bukan semata-mata tugas pemerintah, tetapi merupakan tanggung jawab kolektif. Rumah, sekolah, dan masyarakat adalah ruang pembelajaran yang saling menyempurnakan," ujarnya.
Lebih lanjut, ia menguraikan bahwa Kementerian Agama tengah menggagas Kurikulum Cinta, sebagai penegasan terhadap esensi pendidikan yang tidak hanya mencerdaskan, tetapi juga membentuk manusia seutuhnya bermoral, berkarakter, dan mencintai kehidupan.
Mukip Zaman menjelaskan bahwa Kurikulum Cinta berporos pada empat nilai utama yang menjiwai seluruh proses pendidikan. Pertama, penghambaan yang luhur kepada Tuhan Yang Maha Esa (Hablum minallah). Kedua, penghormatan terhadap sesama manusia dan keragaman (Hablum minannas). Ketiga, kepedulian terhadap lingkungan (Hablum minal bi'ah). Dan keempat, cinta tanah air sebagai fondasi kebangsaan (Hubbul Wathan).
“Ini bukan sekadar muatan pelajaran, tapi bagaimana semua insan madrasah membangun disposition of moral personality kepribadian bermoral yang dibentuk melalui keteladanan dan kebiasaan,” ungkapnya.
Dia menambahkan, semangat Kurikulum Cinta sejalan dengan cita-cita Ki Hadjar Dewantara, yang memandang pendidikan sebagai proses menuntun tumbuhnya potensi anak agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sejati. “Kita ingin peserta didik menjadi pribadi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga matang secara emosional dan spiritual,” tegasnya.
Untuk itu ia mengajak para pendidik, pelaku budaya, dan seluruh civitas akademika untuk terus menjadi nahkoda perubahan. “Mari kita kawal pendidikan anak bangsa dengan cinta, sebab cinta adalah dasar dari pembebasan sejati, baik dalam berpikir maupun bertindak,” pungkasnya. *