Eks Bos Sritex Iwan Lukminto Selewengkan Kredit Bank, Digunkan Buat Ini

Kejagung menetapkan Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) 2014-2023 yang sekarang menjabat sebagai Komisaris Utama Iwan Setiawan Lukminto sebagai tersangka.--
Radarlambar.bacakoran.co- Kejaksaan Agung menetapkan Iwan Setiawan Lukminto, eks Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) periode 2014–2023 yang kini menjabat Komisaris Utama, sebagai tersangka dalam perkara korupsi kredit perbankan.
Selain Iwan, penyidik juga menahan Zainuddin Mappa, mantan Direktur Utama PT Bank DKI tahun 2020, serta seorang pejabat Bank BJB berinisial DS, yang saat itu menjabat sebagai Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial.
Ketiganya kini ditahan di Rumah Tahanan Salemba, Jakarta, setelah penyidik menemukan cukup bukti terkait dugaan penyalahgunaan fasilitas kredit yang diberikan sejumlah bank kepada Sritex. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Abdul Qohar, mengungkapkan bahwa total nilai tagihan kredit yang belum diselesaikan hingga Oktober 2024 mencapai lebih dari Rp3,58 triliun.
Rinciannya, fasilitas kredit berasal dari Bank Jateng senilai Rp395 miliar, kemudian dari Bank BJB dan Bank Banten sebesar Rp543 miliar, serta dari Bank DKI sebesar Rp149 juta. Selain itu, terdapat pula pinjaman dari sindikasi bank negara seperti BNI, BRI, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) dengan total lebih dari Rp2,5 triliun.
Qohar menjelaskan bahwa kredit tersebut diberikan tanpa analisis risiko yang memadai dan bertentangan dengan prosedur operasional serta prinsip kehati-hatian perbankan. Penyaluran kredit diduga tidak melalui tahapan yang semestinya, termasuk evaluasi terhadap kelayakan debitur.
Sritex saat itu disebut hanya memiliki peringkat BB- dari lembaga pemeringkat Moody’s, yang menunjukkan risiko gagal bayar tinggi. Menurut ketentuan, kredit tanpa agunan seharusnya hanya diberikan kepada perusahaan yang memiliki peringkat A atau lebih tinggi.
Dugaan penyalahgunaan juga mencuat karena dana dari kredit yang diterima Sritex tidak digunakan untuk tujuan produktif, melainkan dialihkan untuk membayar utang dan membeli aset yang tidak menghasilkan. Akibatnya, pinjaman tersebut saat ini dalam kondisi macet dan tidak dapat ditutupi oleh aset perusahaan karena nilai aset jauh di bawah total pinjaman dan tidak dijadikan jaminan.
Kejaksaan juga menemukan bahwa Sritex mendapatkan kredit dari setidaknya 20 bank swasta lain dengan pola serupa, memperparah posisi keuangan perusahaan. Dalam laporan keuangan 2021, Sritex mencatat kerugian hingga US\$1,008 miliar atau sekitar Rp15,65 triliun, berbanding terbalik dengan kinerja 2020 yang masih mencatatkan laba sebesar Rp1,24 triliun.
Penyidikan akan terus berlanjut untuk menggali lebih dalam potensi keterlibatan pihak lain dan memastikan pengembalian kerugian negara akibat praktik korupsi ini.(*)