China Dorong Revolusi Energi Lewat Baterai Sodium-Ion Berbasis Garam Laut

Ilustrasi Molis-----
[email protected] - China ternyata kini semakin menunjukkan kepemimpinannya dalam inovasi energi ramah lingkungan dengan mengembangkan teknologi baterai sodium-ion yang berbahan dasar garam laut. Inisiatif ini menjadi langkah strategis dalam menjawab tantangan keterbatasan pasokan lithium global, sekaligus mendukung transformasi kendaraan listrik yang lebih hemat biaya dan berkelanjutan.
Menurut laporan TechRadar pada Sabtu (7/6/2025), baterai sodium-ion dinilai sebagai alternatif menjanjikan terhadap baterai lithium-ion konvensional. Selain bahan bakunya melimpah dan mudah diperoleh, proses produksinya pun lebih murah dan ramah lingkungan yang menjadikannya sebagai solusi potensial untuk memperluas adopsi kendaraan listrik terutama di sektor transportasi ringan seperti skuter listrik.
Konsep penggunaan natrium dalam baterai sebenarnya bukan hal baru. Pada dekade 1960-an, Ford Motor Company sempat mengeksplorasi teknologi ini untuk kendaraan listrik. Namun, karena keterbatasan teknologi saat itu, pengembangan baterai natrium belum mampu bersaing dengan lithium-ion yang lebih unggul dalam kepadatan energi dan efisiensi.
Baru dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan teknologi material dan manufaktur memungkinkan natrium-ion kembali dilirik sebagai solusi energi masa depan.
Pada 2024, perusahaan otomotif Tiongkok JAC, yang bekerja sama dengan Volkswagen, mencetak sejarah dengan merilis Hua Xianzi — mobil listrik pertama di dunia yang diproduksi massal menggunakan baterai sodium-ion. Kendaraan ini dibekali baterai 25 kWh yang mampu menempuh jarak hingga 250 km dalam sekali pengisian.
Walaupun mobil ini belum mencapai pasar global secara luas, teknologi tersebut kini mulai berkembang pesat di segmen kendaraan mikro dan skuter listrik. Kota-kota metropolitan seperti Shenzhen, yang berpenduduk hampir 18 juta jiwa, menjadi pasar utama karena dominasi penggunaan skuter sebagai alat transportasi harian. Pada 2023, lebih dari 55 juta skuter listrik terjual di China.
Salah satu produsen terdepan yakni Yadea telah memperkenalkan tiga model skuter listrik yang menggunakan baterai sodium-ion dan berencana memperluas lini produknya di tahun-tahun mendatang.
Meski baterai sodium-ion itu memiliki kepadatan energi sekitar 30% lebih rendah dibanding lithium-ion, ternyata biaya produksinya lebih murah serta bahan bakunya yang tidak langka menjadikannya solusi menarik khususnya untuk kendaraan ringan dan kebutuhan penyimpanan energi yang berskala besar.
Beberapa produsen besar masih mempertimbangkan adopsi teknologi ini, namun tren pasar menunjukkan arah yang jelas. Lembaga riset Starting Point Research Institute di Shenzhen memperkirakan bahwa pada 2030, sekitar 15% skuter listrik di China akan menggunakan baterai sodium-ion, meningkat drastis dari hanya 0,04% pada 2023.
Potensi baterai sodium-ion tak hanya terbatas pada kendaraan. Pemerintah China juga mendorong pemanfaatannya sebagai solusi penyimpanan energi skala besar, terutama untuk menyimpan kelebihan pasokan dari pembangkit listrik tenaga surya dan angin.
Dengan kemampuannya menyimpan energi secara efisien dan biaya yang rendah, baterai sodium-ion bisa menjadi kunci dalam mendukung transisi global menuju energi terbarukan tanpa terlalu bergantung pada logam langka seperti litium, kobalt, atau nikel.
Melalui investasi besar-besaran dalam teknologi sodium-ion, China tidak hanya mendorong transformasi industri otomotif, tetapi juga membentuk masa depan energi global yang lebih inklusif, hemat biaya, dan ramah lingkungan. Jika tren ini terus berlanjut, bukan tidak mungkin dunia akan melihat perubahan signifikan dalam lanskap energi dan transportasi dalam satu dekade ke depan.(*)