Beijing Dilanda Gelombang Panas Ekstrem, Pemerintah Keluarkan Peringatan Oranye

Suhu panas. -Foto freepik---
Radarlambar.bacakoran.co-Beijing tengah menghadapi gelombang panas ekstrem yang memaksa pemerintah kota mengeluarkan peringatan cuaca oranye, status peringatan tertinggi kedua di sistem peringatan cuaca Tiongkok. Suhu udara diperkirakan mencapai 38 derajat Celsius pada Senin, mendorong perubahan besar dalam rutinitas warga dan kebijakan pemerintah kota dalam mengelola risiko kesehatan masyarakat.
Dampak cuaca panas terasa di seluruh penjuru kota. Aktivitas luar ruang menurun drastis, dan warga mulai menyesuaikan gaya hidup mereka demi menghindari paparan panas langsung. Kanal-kanal kota ramai dijadikan tempat berendam, sementara tempat-tempat teduh seperti taman dan halte menjadi titik istirahat darurat. Perubahan juga terjadi dalam pola berpakaian dan jadwal aktivitas fisik, terutama pada kalangan pekerja muda dan profesional.
Pihak berwenang mengimbau masyarakat untuk menghindari paparan sinar matahari berlebihan dan memperbanyak asupan cairan. Sektor konstruksi yang banyak melibatkan kerja fisik di luar ruangan diminta mengurangi jam kerja guna melindungi para pekerja. Kelompok rentan seperti lansia dan penderita penyakit kronis disarankan untuk tetap berada di dalam ruangan dan menghindari aktivitas berat.
Cuaca ekstrem juga memengaruhi mobilitas warga. Banyak yang beralih dari moda transportasi pribadi seperti sepeda ke kendaraan umum yang lebih terlindungi dari panas. Langkah ini menjadi pilihan logis di tengah suhu yang melonjak, mengingat risiko sengatan panas meningkat tajam jika terpapar langsung dalam waktu lama.
Meskipun suhu belum melewati rekor tertinggi bulan Juni di Beijing, yaitu 41,1°C yang tercatat pada 2023, kondisi saat ini tetap dinilai sebagai salah satu yang paling parah dalam beberapa tahun terakhir. Di sisi lain, para pekerja sektor informal seperti pengemudi ojek daring dan kurir makanan tetap beraktivitas penuh, menjadi kelompok paling rentan dalam menghadapi kondisi ini.
Gelombang panas yang semakin sering terjadi memicu kekhawatiran luas terkait dampak perubahan iklim. Para ahli iklim menegaskan bahwa emisi gas rumah kaca akibat aktivitas manusia menjadi penyebab utama meningkatnya frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem di berbagai belahan dunia, termasuk Tiongkok.
Sebagai negara penghasil emisi karbon dioksida terbesar di dunia, Tiongkok telah menyatakan komitmen untuk menekan laju emisi. Target puncak emisi ditetapkan sebelum 2030, dengan visi mencapai netral karbon pada 2060. Meski masih sangat bergantung pada batu bara, pemerintah Tiongkok juga terus memperluas investasi dalam energi terbarukan dan teknologi ramah lingkungan sebagai bagian dari strategi adaptasi iklim jangka panjang.(*)